Awal tahun 2021 media sosial sosial (medsos) cukup ramai menginformasikan agar umat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) memberikan kontribusi dana untuk membayar dana pensiunan para pekerja di HKBP yang bermasalah memenuhi kewajibannya sekitar 100 milyar rupiah.
Tidak lama kemudian, medsos heboh karena ephorus HKBP (pimpinan HKBP) menerima sumabangan mobil yang cukup mewah dari seorang pejabat yang menurut berbagai informasi tidak ada prestasi selama menjabat. Sumbangan mobil itu lengkap dengan pelat khusus BK 1 RBB. RBB adalah singkatan dari nama pimpinan HKBP.
Pertanyaannya, jika pejabat itu terkait korupsi dan di pengadilan ditanya aliran dana, bagimana jika disebut salah satu aliran dana itu adalah membeli mobil yang diberikan ke pimpinan HKBP itu?
Sekitar tahun 2000-an saya aktif sebagai kontributor media Kristen dan media umum nasional maupun lokal, bahkan bulletin-buletin gereja saya mengisi rubrik opini dan salah satu yang saya sorotin adalah kasus suap anggota DPR yang menyumbang gereja. Anggota DPR itu bersaksi di pengadilan tipikor bahwa anggota DPR menyumbang ke salah satu gereja HKBP di Depok.
Kemudian, ketua pembangunan HKBP di Depok mengatakan bahwa uang itu status pinjaman. Mungkinkah?. Apakah pernah gereja meminjam uang dari jemaat untuk membangun?. Akhirnya, uang RP 100 juta rupiah itu dikembalikan ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Tahun 2000-an juga terjadi konflik di HKBP Paledang Bogor karena pimpinan pusat HKBP menjual aset berupa lahan puluhan milyar rupiah untuk dana pensiun. Ceritanya, lahan bangunan HKBP Paledang statusnya adalah hibah dari seorang jemaat dengan perjanjian selama HKBP ada lahan itu bisa dipakai. Dalam perjalananya Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor memberikan lahan gereja ke HKBP dan lahan itulah yang dijual pimpinan pusat untuk dana. Jemaat bertanya, mengapa lahan kami dijual pimpinan pusat?.
Ketika terjadi konflik di HKBP Paledang tahun 2000-an, saya wawancara dengan Pendeta HKBP Silalahi tentang mengapa lahan pemberian pemerintah itu dijual?. Jawabnya pendeta itu adalah karena pemilik mau jual. Singkat, padat dan jelas jawabnya. Siapakah pemilik lahan gereja itu?. Bukankah lahan itu diberikan untuk kebutuhan jemaat?
Menurut pendeta Silalahi yang saya kenal sejak dari HKBP Sukajadi mengatakan dalam aturan HKBP semua lahan milik HKBP ditentukan oleh pimpinan pusat. Walaupun aturan demikian, secara nurani kita kan mengetahui bahwa pemerintah memberikan untuk kebutuhan jemaat HKBP Bogor dan mengapa dijual untuk dana pensiun?. Tidak ada jalan untuk mengumpulkan dana pensiun?. Pendeta itu menjawab, "pokoknya pemilik mau jual, mau apa kita?".
Pimpinan Pusat HKBP menjual lahan gereja pemberian Pemkot dan dampaknya keturunan yang memberi hibah ke HKBP Paledang meminta kembali tanah hibah yang diberikan orang tua mereka. Alasannya, kalau lahan pemberian Pemkot dijual, mengapa lahan orang tua kami menjadi hibah?. Pindah saja HKBP Paledang ke lahan yang telah diberikan Pemkot. Orang tua kami memberikan tanah hibah karena HKBP tidak memiliki lahan. Ketika itu konflik makin dahsyat.
Jemaat HKBP Paledang Bogor umumnya menginginkan lahan pemberian Pemkot menjadi tempat pendidikan bagi anak-anak jemaat. Keti itu Tedy Irianto anggota DPRD Kotamdaya Bogor dari Partai Damai Sejahtera (PDS) memberikan solusi dengan cara lebih murah sedikit dari harga jual tetapi kompensasinya bagi hasil karena akan dibangun mall dan tanah itu akan kembali ke HKBP setelah 20 tahun. Jika dibangun mall diberikan ruang kepada HKBP untuk menggunakannya seperti tempat kursus dan kegunaan lain. Intinya ada ruangan untuk digunakan HKBP. Seingatku ketika itu selisih harga tipis tetapi dipaksa jual dibandingkan tawaran Tedy Irianto dengan sistem build-operate-transfer (BOT).