Lihat ke Halaman Asli

Gregorius Nafanu

TERVERIFIKASI

Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Potret Kebun Kopi Petani Bukit Jambi Way Kanan

Diperbarui: 1 Maret 2022   08:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanaman kopi petani Bukit Jambi yang dipangkas dan dirawat. Dokumentasi pribadi

Kopi adalah salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Way Kanan, Lampung. Bahkan Pemerintah Daerah Way Kanan menjadikan kopi, khususnya kopi Robusta sebagai komoditas unggulan utama yang diprogramkan melalui Dinas Perkebunan.

Data BPS Kabupaten Way Kanan tahun 2017 menunjukkan, produksi kopi tanaman perkebunan rakyat Kabupaten Way Kanan adalah 8.822 ton kopi dengan luas lahan sebesar 19.445 hektar. 

Banjit, Kasui, dan Rebang Tangkas adalah tiga kecamatan penghasil kopi terbesar di Way Kanan. Meskipun demikian, tanaman kopi hampir tersebar di seluruh kecamatan. 

Dalam tingkat provinsi (BPS Provinsi, tahun 2017), Way Kanan merupakan penghasil kopi Robusta terbesar keempat (8.711 ton). Di bawah Kabupaten Lampung Barat (51.482 ton), Tanggamus (31.346 ton) dan Lampung Utara (8.321 ton). Ada sedikit perbedaan data antara BPS Kabupaten dan Provinsi (8.822 di Way Kanan, kemungkinan dimasukkan juga data kopi Liberika). 

Kebun Campur

Kebun petani kopi di Bukit Jambi adalah kebun campur. Selain tercampurnya kopi jenis Robusta dan Liberika, kopi juga ditanam di sela-sela tanaman karet dalam satu areal lahan. Pohon kopi ditanam secara tidak teratur dan tidak ada konsistensi jarak tanaman, baik antar tanaman maupun antarbaris tanaman.

Setiap biji kopi yang jatuh lalu tumbuh, akan dipelihara oleh petani hingga menghasilkan. Karenanya, petani sudah tidak dapat membedakan, mana pohon kopi yang ditanam dan mana yang tumbuh sendiri. Tanaman kopi petani sudah kurang produktif karena rata-rata telah tua. 

Sebagai usaha untuk menjaga pohon kopi tetap produktif, maka petani melakukan sambung pucuk (grafting). Kegiatan ini biasa dilakukan setelah panen raya dan menjelang musim penghujan, di akhir Oktober atau awal November. 

Beberapa petani, bahkan sudah sangat terlatih dalam melakukan kegiatan grafting dengan tingkat keberhasilan di atas 90 persen. Namun tidak semua petani melakukan kegiatan grafting karena keterbatasan pengetahuan.

Petani tidak terbiasa untuk melakukan pemangkasan (pruning), baik pemangkasan pasca panen maupun pemangkasan perawatan. Batang dan ranting tidak produktif, dibiarkan saja sehingga nutrisi yang diserap oleh tanaman, juga terdistribusi ke bagian tanaman tak produktif ini. 

Tunas-tunas juvenil, dibiarkan saja. Padahal, tunas juvenil adalah tunas yang sangat banyak membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Petani belum terbiasa menyeleksi satu atau dua tunas juvenil untuk dijadikan sebagai batang bawah grafting dan membuang sisanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline