Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Ujaran Kebencian di Jagat Maya dan Potensi Konflik dalam Masyarakat

Diperbarui: 27 Agustus 2018   17:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Freedom of Speech - ilustrasi: getdrawings.com

Membaca posting seorang rekan di Facebook membuat saya terenyuh. Betapa hate speech atau ujaran kebencian begitu klandestin, menyusup kehidupan dan pikiran kita. Kira-kira postingnya seperti berikut:

Dalam penerbangan dari kota A ke kota B, banyak sekali WNC (Warga Negara Cina?) dalam pesawat.

Postingannya adalah fakta empiris pengalamannya. Namun makna latensi yang dihadirkan berpotensi menyulut isu sensitif.

Dalam postingan itu memuat isu etnisitas yang ingin dimunculkan. Ada paham rasisme yang coba disisipkan. Terlepas dari orang lain yang tidak mengerti latar belakang atau ideologi politik rekan saya tersebut. Tapi insinuasi kesan yang menumbuhkan kesan ada yang fenomena 'berbahaya' di negara kita.

Contoh nyata di media sosial lain ujaran kebencian muncul lebih frontal.

Contoh kasus yang belum lama seperti perundungan siber di akun Instagram Antony Ginting, pebulutangkis Nasional.

Lainnya, Arseto Pariadji pun diciduk aparat akibat hate speech dan fitnah pada anak Presiden. Dan sudah sejak lama, akun haters nyinyir para artis menjadi fenomena tiada usai.

Di beberapa negara, hate speech sudah menjadi isu nasional. Penolakan Alternative fr Deutschland (AfD) pada para imigran menjadi kian pelik dan frontal di Jerman. Dengan lebih dari 93 ribu anggota, 500 ribu likes, dan 176 ribu posts di halaman FB AfD, muncul kewaspadaan pemerintah. Hal ini membuat banyak pihak melihat adanya latensi perpecahan dalam masyarakat Jerman.

Akibat sosmed, latensi bahaya xenofobia pun kini jadi isu yang kian sengkarut di Afrika Selatan.

Di tahun 2017, pemerintah Afsel mendeteksi 1,156 posting yang menginisiasi paham anti orang asing (xenophobia). Postingan yang menggambarkan anti orang kulit putih dan kolonialisme merajai linimasa sosmed.

Tidak hanya orang biasa, bahkan kaum terpelajar Afsel pun menyuarakan resistensi mereka pada orang kulit putih. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline