Lihat ke Halaman Asli

Bank Sampah, Wajah Baru Pengaturan Limbah

Diperbarui: 14 November 2018   19:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto: https://preneur.trubus.id

Limbah, makin hari tanpa disadari makin akrab disekitar. Limbah seperti oposisi biner dari apa yang sehari-hari kita habiskan. Ketika kita menikmati hasil olahan, tetap ada yang dibuang baik itu berasal dari produksi maupun saat dikonsumsi. Banyak juga yang jengah ketika sampah yang ada "hanya" berserakan tanpa tahu kemana ujungnya.

Ledok Tukangan, salah satu kawasan bantaran Kali Code tepatnya timur Kretek Kewek memanjang kearah selatan. Ada tanggungjawab menjaga wajah asri Yogyakarta turut diemban masyarakat wilayah tersebut. Ada yang menarik memang ketika pemukiman tersebut disebutkan disini. Benar, ada bank sampah yang menjadi andalan para warga menindaklanjuti limbah yang mereka temui.

Tahun 2006 lalu berlanjut pada tahun 2010 menjadi momentum kesadaran para warga. Air yang meluap dari Kali Code akibat lahar dingin erupsi merapi membuat warga gelisah akan mekanisme pembuangan limbah. Sebelumnya, masih banyak ternyata pelaku kebiasaan buang limbah disungai. Sehingga banjir menjadi pengingat mereka terhadap kebiasaan yang ternyata tidak lagi relevan.

Bank sampah mulai dilirik untuk jadi solusi. Inisiasi dilakukan individu per individu dalam pada tiap rumah. Getok tular menjadi metode ampuh nampaknya, sehingga kebiasaan ini mulai menjalar kepada tetangga sekitar. Alhasil, 2010 menjadi perpisahan warga terhadap banjir. Tidak perlu lagi ada tindakan waspada apabila air membludak masuk rumah-rumah.

Menarik, situasi bank sampah di Ledok Tukangan juga mendapat apresiasi banyak pihak. Termasuk beberapa kali saya menemani mahasiswa Belanda yang menuliskan tugas akhir kuliahnya. 

Menurut mereka, pergulatan mengolah limbah terpadu ini menarik untuk disimak. Ada tata kelola yang berhasil diatur oleh masyarakat secara independen. Keserasian lingkungan hidup yang dijaga oleh masyarakat, demikian selaras dengan agenda Bambang Soepijanto dalam rencananya. Kehadiran pemerintah yang dirasa kurang akan diisinya sebagai sebuah kerja sama yang mumpuni.

Ketika situasi manajerial ini dapat terbingkai nantinya, wajah Yogyakarta kian indah dibuatnya. Demi mewujudkan predikat Yogyakarta sebagai tujuan wisata yang juga edukatif; baik bagi turis domestik maupun mancanegara. Sebab inisiatif masyarakat ini perlu diapresiasi lebih oleh pihak-pihak terkait. Sehingga meskipun limbah sudah terbiasa terpisah antara organik dan anorganik, tidak melulu berakhir pada tempat pembuangan akhir.

Limbah pun bisa menghasilkan rupiah, sekaligus membangkitkan kesadaran orang akan kebiasaan menabung. Begitulah hakikat bank sampah, warga bisa mendapatkan pemasukan dari sisa produksi dan konsumsi sehari-hari. Memang sudah saatnya, ketika larangan buang sampah dikali sudah basi menjadi jargon warga bantaran. Bank sampah menjadi wajah baru limbah ketika diatur pun bisa menjadi berkah.  Menarik bukan?! 

Mari menjadi saksi dan penikmat salah satu warisan budaya yang gemah ripah ini. Agar citra Yogyakarta tidak hanya ramah bagi wisatawan, namun juga untuk lingkungan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline