Lihat ke Halaman Asli

Generus LDII

Profesional Religius

Bangkitkan Petani Indonesia

Diperbarui: 18 Maret 2021   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto: saprotan-utama.com

"Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman"

Demikian cuplikan lirik lagu "Kolam Susu" yang diciptakan dan dinyanyikan Koes Plus tahun 70-an. Menunjukkan tanda syukur atas kesuburan tanah air Indonesia.

Negara kita ini sejak dahulu kala dikenal sebagai negara agraris atau negara pertanian. Karena dulu mayoritas penduduk Indonesia adalah petani. Lahannya pun sebagain besar adalah lahan pertanian.

Namun sepertinya julukan negara agraris saat ini agak kurang relevan lagi. Jumlah petani maupun lahan pertanian kini kian menyusut. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2020 ada jumlah petani hanya sekitar 33,4 juta jiwa yang bergerak di semua komoditas sektor pertanian. Angka tersebut jumlahnya jauh lebih kecil jika dibandingkan jumlah petani pada 2019 yang mencapai 34,58 juta. Artinya jumlah petani kita saat ini hanya 12,4% saja dari 270,2 juta penduduk Indonesia, terendah sejak 10 tahun terakhir ini.

Di sisi lain, luasan lahan pertanian juga terus menyusut setiap tahunnya. Diperkirakan ada sekitar 150 ribu hektar lahan pertanian berkurang tiap tahunnya, sehingga semakin semakin mempersempit lahan pertanian. Seperti yang dilansir dari tribun news.com, menurut data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) luas baku lahan sawah nasional pada tahun 2019 nyatanya menyusut 287.000 hektar di banding tahun 2013.

Wajar jika sampai saat ini kita masih sering impor beras, jagung, kedelai, dan aneka produk pertanian lainnya.

Menarik untuk dianalisis ialah penyebab utama menurunnya minat menjadi petani di Indonesia. Selain karena faktor urbanisasi, perpindahan penduduk dari desa ke kota, juga karena menjadi petani dinilai masyarakat kurang menjanjikan.

Masih sangat banyak petani-petani tradisional yang hidupnya serba kekurangan. Masalah klasik yang masih belum ditemukan solusinya ialah rendahnya harga panen di tengah mahalnya biaya pupuk dan perawatan. Belum lagi masalah teknis misalnya hama dan penyakit tanaman yang kadang tidak bisa ditanggulangi.

Oleh sebab itu, petani di Indonesia perlu diberikan bimbingan, perlindungan, dan motivasi. Termasuk juga para generasi muda juga perlu didorong agar mau menjadi petani. Tentu petani modern yang menerapkan teknologi terkini. Hal ini semata-mata agar kita mampu mewujudkan swasembada pangan.

Menumbuhkan minat menjadi petani sekaligus membimbing petani yang ada agar lebih sejahtera adalah tugas kita bersama. Pemerintah melalui Balai Penyuluh Pertanian (BPP) sebagai lembaga resmi yang ada di setiap Kecamatan sangat diharapkan perannya. Keberadaan BPP sangat penting bagi petani maupun bagi Petugas Penyuluh Lapangan (PPL). Hal ini karena BPP memiliki tugas memberikan penyuluhan sekaligus bimbingan kepada petani. Selain itu BPP juga berperan menyediakan dan menyebarluaskan informasi teknologi, sarana produksi, pembiayaan, dan pasar, serta mensukseskan program-program dari Kementerian Pertanian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline