Lihat ke Halaman Asli

NewK Oewien

Sapa-sapa Maya

Karena Nulis di K Pernah Disuruh Kabur dan Gak Bisa Tidur

Diperbarui: 31 Oktober 2017   21:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasiana

Awalnya saya mengetahui Kompasiana karena "jalan-jalan" ke Kompasdotcom. Lalu mengelik tulisan "Kompasiana" yang tertaut, dan kemudian melihat-lihat tulisannya. Seru-seru. Lama-kelamaan saya pun ingin menulis, karena dulu saat sekolah pernah teledor menyebut cita-cita jadi penulis. Saya sebenarnya senyum sendiri mengingat kejadian itu.

Bulan April tahun lalu saya pun mendaftarkan akun. Jadilah saya merasa sah sebagai Kompasianer, bukan lagi Kompasianer silent reader.

Mungkin dalam hal menayangkan tulisan pertama sensasinya rada sama dengan rekan Kompasianer lainnya---ragu (sampai sekarang masih). Alasan saya ragu memulai karena belum paham tata cara menulis dan apa yang saya tulis takut tidak menarik. Namun, karena tidak ada yang kenal, merem aja sambil klik tombol tayang, sudah.

Yang membuat saya betah mungkin juga sama dengan lainnya, ada admin memberi penilaian (label) dan kalau beruntung diedit sedikit-sedikit. Jadi sebenarnya, pertama-tama saya sedih kalau admin tidak memberi cap sakti itu. Selanjutnya tak apa juga, karena untuk mendapat "pengakuan" itu ada keritrianya.

Karena, sekali-kali ada tulisan saya dihargai highlight, selain jadi pembaca saya pun jadi candu menulis, tulisan yang kadang setelah tayang saya juga mengaku ngasal jika membaca ulang. Maka, kalau ada yang bilang saya bukan Kompasianer setia itu cukup keterlaluan (hehe), sebab kalau ada paket internet dan sinyal saya tidak pernah alpa berlayar (kadang memang tidak log in).

Setelah lebih dari satu tahun menjadi bagian Kompasiana, tentu pasti ada kenangan yang mungkin sulit (bisa juga mustahil) untuk dilupakan. Yang paling membekas, seperti judul (1) pernah disuruh lari dan (2) pernah ketakutan hingga sulit tidur. Aneh bukan? Berikut alasannya:

Disuruh lari

Bulan Agustus lalu saya membaca-baca Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Gayo Lues. Di situ saya lihat ada pengadaan Mulsa Plastik oleh Dinas Pertanian. Karena Kampung saya bisa dikatakan salah satu lumbung Cabai di Gayo Lues, maka saya pun bertanya-tanya pada para petani, ada tidak yang sudah mengajukan proposal.

Namun apa, mereka malah tidak tau sama sekali, bahkan informasinya saja belum tau apalagi cara pengajuannya. Lantas saya pun bertanya pada Pengulu (Kepala Desa), beliau pun mengaku tidak tau. Darinya saya tau kalau Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) juga sudah gak pernah hadir. Padahal, seharusnya bisa tanya dari dia, terangnya. Kemudian saya pun bertanya pada Petani, memang sudah lama gak pernah datang, malah sebagian ada yang tidak tau tampangnya pun.

Karena saya tidak ada kontak dengan orang pertanian. Juga tidak punya "Kartu" hingga takut ditolak jika mencari keterangan langsung ke Dinas, saya langsung bertanya terbuka (menulis) di Kompasiana. Ini tulisannya: Masih adakah Penyuluh Pertanian di Gayo Lues?

Sebenarnya bukan tidak bisa mencari tau ke Dinas bersangkutan, sebab di Facebook berteman dengan Kepala Dinasnya, melainkan karena rasa dongkolnya lebih dulu membuncah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline