Lihat ke Halaman Asli

Gatot Swandito

Gatot Swandito

Mirip Pilpres Iran 2009, Jokowi sedang Di-Ahmadinejad-kan

Diperbarui: 21 Januari 2019   14:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto wajah bonyok Ratna Sarumpaet dan wajah cantik Neda Agha Soltani (Diolah dari Tribunnews.com dan BBC.com)

Sejurus kemudian darah segar terlihat membasahi hidung, mulut, dan mata si gadis cantik itu. Nampak jelas juga kedua mata gadis cantik itu yang masih menyorot tajam ke arah kamera yang merekamnya.

Itulah salah satu rekaman video itu yang memviral lewat YouTube, Facebook, dan Twitter. Sontak, video itu membakar kemarahan para demonstran antipemerintah Iran.


Gadis dalam video itu disebut-sebut bernama Neda Agha Soltan. Neda yang kala itu berusia 27 tahun tercatat sebagai satu dari 17 korban tewas dalam aksi unjuk menolak hasil Pilpres Iran yang digelar pada 12 Juli 2009.

Dalam pemilu di negeri para Mulloh itu, capres petahana Mahmoud Ahmadinejad menang dengan raihan 62,6 persen suara. Sementara Mir Hossein Mousavi hanya meraih 33.75 persen suara.

Sesaat setelah kemenangan Ahmadinejad diumumkan, aksi unjuk rasa yang mayoritas diikuti oleh pendukung Mousavi meletus di ibu kota Iran, Teheran. Aksi ini kemudian merembet ke sejumlah kota di Iran, bahkan sampai ke sejumlah kota di Eropa dan Amerika Serikat.

Jika saja ketika itu pemerintah Ahmadinejad gagal meredamnya, besar kemungkinan Iran menjadi negara pertama yang mengalami Arab Spring. Bisa jadi, Iran merupakan negara pertama yang di-Arab Spring-kan.

Aksi unjuk rasa di Iran saat itu bukan ujug-ujug terjadi begitu aja. Ada serentetan peristiwa yang mengawalinya dan juga situasi politik serta geopolitik yang melatarbelakangi, termasuk kebijakan nuklir Iran yang ditentang Amerika dan negara-negara sekutunya.

Selain itu, sejumlah isu kecurangan sudah dihembuskan oleh kubu penantang. Isu-isu ini dibumbui dengan dugaan kecurangan yang dilakukan Ahmadinejad saat memenangi pemilu presiden lima tahun sebelumnya. Singkatnya, Ahmadinejad menang berkat kecurangan dan akan kembali mengulanginya.

Bersamaan dengan embusan isu kecurangan pemilu, sejumlah lembaga survei di Iran merilis hasil yang berbeda-beda. Perbedaan ini berlanjut hingga mendekati hari pemilihan. Mousavi, mengumumkan mendapat 58 hingga 60 persen suara. Sebaliknya, kubu Ahmadinejad pun mengklaim keunggulan serupa atas pesaingnya.

Jika diamati, situasi yang berkembang di tanah air jelang Pilpres 2019 ini mirip-mirip dengan situasi yang terjadi jelang pemilu presiden Iran sepuluh tahun yang lalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline