Lihat ke Halaman Asli

Pada Sebuah Perjalanan Bertemu Rubella

Diperbarui: 30 September 2018   08:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: http://sehatnegeriku.kemkes.go.id

"Suaraku terlalu kenceng nggak sih? Ntar anak kamu bangun lagi?" tanya saya pada seorang teman lama yang sudah tidak berjumpa bertahun-tahun lamanya. Saya melirik jam di Hp, sudah hampir dini hari. Waktu yang terlalu larut untuk bercakap-cakap. Tapi ya mau kapan lagi? Jarang ada kesempatan seperti ini. Menginap di rumah seorang kawan lama yang kebetulan suaminya sedang dinas ke luar kota. Awalnya sempat tidak enak, saya kemalaman tiba di rumahnya di sebuah kawasan perumahan Magelang. Pukul 23.00, molor 2 jam dari waktu janjian saya. Waktu yang tidak etis untuk bertamu ke rumah orang yang sudah berkeluarga rasanya. Untung dia masih bersedia membukakan saya pintu.

Kawan saya diam sesaat. "Santaii, kamu mau teriak-teriak pun dia nggak bakal keganggu."

"Ohh, ya? Kayak kamu berati, kalau tidur ngebo, nggak gampang kebangun," goda saya.

Dia hanya terkekeh. Kami lantas kembali bercakap-cakap panjang kali lebar. Bayangkan saja, dua orang sahabat lama, yang sudah tidak pernah bertemu bertahun-tahun, dan meskipun sekarang sudah ada medsos tapi tetap saja jarang berkomunikasi, tentu saat bertemu ada begitu banyak hal yang bisa saling kami bagi.

Namanya Joli -nama samaran-. Sahabat lama saya ini, seseorang yang  hidupnya terlihat begitu bahagia dan sempurna. Kurang apa lagi? Suaminya sudah mapan sebagai seorang yang bekerja di pemerintahan, anak-anaknya dua, lucu plus imut-imut kalau melihat foto yang pernah ia pasang di medsos. 

Pun dirinya, sudah mapan sebagai pegawai negri. Yeahh, sebuah kehidupan yang rasanya kontras lah dengan saya yang masih terombang-ambing dalam banyak ketidakjelasan.

"Huaaaa......" dari arah dalam kamar yang terbuka, suara lengkingan bocah memecah keheningan malam. Keras pada awalnya, namun beberapa saat kemudian semakin pelan dan berhenti. Kawan saya berjalan ke kamar, namun sebentar kemudian dia sudah kembali.

"Berarti aku perlu memelankan suara ini. Hihi, kasian ntar kalau dia kebangun," ujar saya. Ahh, saya masih terbawa kebiasaan lama kalau ngobrol dengannya, cekakak-cekikik, heboh, tak peduli kanan-kiri. 

Woyy, hidup sudah berubah! Ingat saya dalam hati.

Kawan saya menarik nafas sesaat. "Kamu mau teriak yang kenceng-kenceng to, dia nggak akan kebangun!"

"Lah, itu tadi?" saya masih belum menyadari ada getar dalam ucapannya barusan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline