Lihat ke Halaman Asli

Matthew Owen Van Fredlian

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana

Sebuah Opini Tentang Manipulasi Demokrasi: Merangkul Oposisi Menjadi Koalisi

Diperbarui: 21 Mei 2024   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1 Ilustrasi Demokrasi. Sumber: Dokumen Pribadi

Pada tanggal 14 Februari 2024, masyarakat Indonesia telah menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024. Meskipun pesta demokrasi telah berakhir, Indonesia kini tengah disibukkan dengan berbagai perbincangan hangat mengenai pembentukan koalisi dan oposisi di periode pemerintahan Prabowo-Gibran. 

Di tengah hangatnya perbincangan tersebut, Bambang Soesatyo selaku Wakil Ketua Umum Partai Golongan Karya menyatakan pandangan bahwa oposisi tidak dibutuhkan dalam pemerintahan Indonesia. Pandangan tersebut menimbulkan pertanyaan: Apa fungsi dari oposisi? Bukankah pemerintahan dapat berjalan lancar dengan tidak adanya oposisi? Apakah oposisi masih dibutuhkan dalam kisah panjang napak tilas demokrasi negeri ini? 

Apa Itu Oposisi?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), oposisi adalah partai penentang di dewan perwakilan dan sebagainya yang menentang dan mengkritik pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang berkuasa. Istilah "oposisi" sering kali dianggap sebagai pihak yang selalu berseberangan, tidak setuju, dan bahkan selalu menantang pihak yang berkuasa. Beberapa negara beranggapan bahwa oposisi sudah tidak lagi diperlukan dan terancam dibubarkan. 

Hilangnya oposisi dalam suatu pemerintahan dapat menciptakan sistem pemerintahan yang absolut. Sistem pemerintahan yang absolut merujuk kepada kekuasaan yang tidak terbatas dan mutlak. Kekuasaan absolut adalah bahaya laten terhadap demokrasi dalam suatu negara sebab kekuasaan tersebut berhasil mengorbankan prinsip checks and balances.

Salah satu ciri utama dalam sistem demokrasi yang sehat adalah keberadaan oposisi yang kuat dan menjalankan fungsi pengawasan secara efektif. Sebenarnya, oposisi tidak selalu berkonotasi negatif. Oposisi sering disebut sebagai penjaga demokrasi karena memiliki peran penting dalam mengawasi kinerja pemerintah dan memastikan bahwa pemerintah menjalankan kekuasaannya secara akuntabel dan transparan. 

Oposisi menjalankan fungsi pengawasan terhadap hegemoni pihak yang berkuasa sehingga kekuasaan tersebut tidak dijalankan sewenang-wenang, sekaligus merupakan cermin bagi pemerintah yang berkuasa untuk menilai dan mengevaluasi kinerjanya. Dengan kata lain, oposisi tidak dapat dianggap sebagai 'musuh dalam selimut', melainkan pengawas demokrasi, menjaga dan memastikan adanya keseimbangan dalam suatu kekuasaan.

Ketua Badan Pengawas Pemilu, Bapak Rahmat Bagja, dalam kuliah Electoral Justice System di Heylaw menyampaikan bahwa pemilu memungkinkan adanya keterwakilan politik dan membantu terbentuknya pemerintahan yang efektif. Oposisi dalam pemerintahan adalah bagian dari keterwakilan politik dan oposisi ikut membantu terbentuknya pemerintahan yang efektif dan demokratis dengan cara memberikan sudut pandang lain terhadap suatu program atau langkah pemerintah. Oposisi membelah dan mengkaji setiap kebijakan pemerintah dengan perspektif yang berbeda, kemudian menyajikan perspektif itu menurut tugas dan fungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Oposisi dalam Demokrasi: Pentingnya Checks and Balances

Dalam suatu pemerintahan negara, setiap lembaga negara harus saling membatasi antara kekuasaan yang satu dan yang lain (power limits power). Hal ini telah dijelaskan lebih lanjut oleh Montesquieu tentang teori pemisahan kekuasaan. Meskipun sistem pemerintahan Indonesia tidak mengadopsi Trias Politika secara ketat, tidak kemudian mengurangi perlunya pembatasan kekuasaan suatu lembaga negara dan fungsi pengawasan antar-lembaga negara.

Dalam bukunya De l'Esprit des Lois (1748), Montesquieu menekankan pentingnya pemisahan kekuasaan, khususnya dalam negara hukum yang harus didistribusikan melalui eksekutif, legislatif, dan yudikatif sebagai suatu cara untuk mencegah terbentuknya kekuasaan yang absolut. Oposisi yang efektif merupakan hal yang tepat dalam menjaga stabilitas suatu negara khususnya supaya pembagian kekuasaan ini tidak hanya menjadi formalitas belaka, tetapi benar-benar berjalan sesuai dengan prinsip checks and balances.

DPR dalam hal ini memainkan peran krusial sebagai oposisi dalam menjalankan fungsinya. Mengacu pada Pasal 20 ayat (1) hingga ayat (3) UUD 1945, DPR memiliki 3 fungsi utama, yaitu:

  • Legislasi: DPR berwenang untuk membuat undang-undang bersama Presiden.
  • Anggaran: DPR berhak membahas dan menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan Presiden.
  • Pengawasan: DPR bertugas mengawasi kinerja pemerintah dalam melaksanakan undang-undang dan APBN
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline