Lihat ke Halaman Asli

Fazil Abdullah

Menulis itu berat, Sayang. Kau harus sediakan waktu dan dunia, yang seringnya tidak bersahabat.

Kenangan yang Dihantamkan Pelaku Bunuh Diri Live di Facebook

Diperbarui: 19 Maret 2017   06:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zaki Alfarabi/detikcom

 "Sekarang gue nggak tahu apa, gue bimbang ya kita lihat aja gue berani apa nggak. Kalau pun gue berani melakukan hal yang sebenarnya gue nggak berani, mungkin gue akan siarin secara langsung atau buat kenang-kenangan istri gue."

Kutipan di atas penggalan dari curhat pelaku sebelum melakukan aksi bunuh diri live di akun Facebooknya pada pukul Jumat (17/3/2017). Awalnya dianggap candaan oleh pengguna FB, ternyata benar-benar dilakukan. Setelah ada foto mayat pelaku bunuh diri di-syer di kolom komentar, publik baru syok. Mayatnya ditemukan sekitar 4 jam setelah live di FB.

Tragedi ini yang disiarkan live sangat-sangat memprihatikan, disesalkan, dan mengkhawatirkan. Tragedi ini tidak untuk dipertontonkan ke hadapan publik. Tontonan ini mencederai nilai-nilai kemanusiaan, salah satunya nilai kebenaran hidup. Sebaris sajak Chairal Anwar yang populer "aku ingin hidup seribu tahun lagi" tentu sangat-sangat menyesalkan pelaku bunuh diri ini.

Hidup layak dihargai. Mencari segala cara dan berusaha bertahan dan berharap hidup. Percaya akan keabadian pascakematian yang mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan selama hidup. Inilah salah satu dari nilai-nilai kemanusiaan universal. Jika dihancurkan, tak ada nilai ini, manusia tak terkontrol, saling bunuh, dan bahkan bunuh diri. Tak dihargai kehidupan dan kemanusiaan.

Perhatikan pesan kenangan yang ditinggal pelaku bunuh diri itu. "Kalau pun gue berani melakukan hal yang sebenarnya gue nggak berani". Dari curhatnya sebelum melakukan aksi gantung diri, ekspresi wajah tak menunjukkan beban. Hanya isi kata-katanya saja menunjukkan saling bertentangan menyatakan ragu tapi berani juga.

Saya sempat melihat video curhatnya, tapi tidak aksi gantung dirin. Tak mau jadi "kenangan" buruk tertinggal di memori saya. Pelaku bunuh diri seakan mengejek nilai hidup. Mengajak tak langsung, membenarkan diri, bunuh diri adalah fine-fine saja. Ini sudah terlalu.

Apalagi "kenangan" itu ditujukan spesial kepada istri (dan empat anak yang ditinggal). Pelaku mengambil dan menghimpun "energi" keprihatinan dan kesedihan publik, lalu "dihantamkan" ke istri dan anak-anaknya. Bayangkan bagaimana istri dan anak-anak menanggung sedih dan prihatin yang terhimpun itu masuk ke hati yang rentan.

Bagaimana kabar terakhir anak dan istri pelaku bunuh diri ini? Semoga tabah dan tegar. Pihak-pihak yang konsen terhadap anak dan perempuan, semoga menemani dan memastikan mereka baik-baik saja.

Semoga tak meninggalkan kenangan buruk, berefek buruk bagi anak-anak, istri, keluarga, masyarakat, bagi siapa dan apapun. Termasuk sekiranya ada anjing yang hendak bunuh diri, "Jangan bunuh diri, seberat apapun latar masalah! Anugerah hidup masih layak dihargai dan diperjuangkan!"

Percayalah Tuhan tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya. Bila diri merasa tak sanggup, ia telah ditipu oleh "angapan pikiran negatif" sendiri. Patahkan dan hancurkan pikiran buruk itu dengan diawali "kepercayaan".

William James mengatakan, kepercayaan menentukan sebuah realita hidup. Percaya bahwa hidup itu pantas dijalani dan kepercayaan akan membantu membuat kenyataan hidup kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline