Lihat ke Halaman Asli

Fayunda Kusumawardani

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

KDRT Semakin Meresahkan Kaum Perempuan

Diperbarui: 5 Oktober 2022   22:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kekerasan dalam rumah tangga atau yang biasa disebut KDRT merupakan sebuah tindakan terhadap seorang perempuan yang mengakibatkan timbulnya kekerasan fisik, seksual, dan penelantaran rumah tangga. Korban KDRT bisa mengalami gangguan mental akibat peristiwa yang dialaminya tersebut. 

KDRT sendiri memberikan penderitaan baik penderitaan fisik maupun mental terhadap seseorang yang mengalaminya. Saat ini KDRT sangat marak di Indonesia. Banyak korban KDRT mulai dari masyarakat umum, istri para penduduk sipil, hingga sederet artis. 

Macam-macam kekerasan fisik yaitu kekerasan fisik berat berupa penganiayaan hingga pembunuhan, sedangkan kekerasan fisik ringan berupa mendorong, menjambak, menampar, dll. Kekerasan fisik berat mengakibatkan pingsan, cidera, lumpuh, stress, keguguran bagi ibu hamil, hingga yang paling parah adalah kematian. 

Menurut Irwanto (2002) dampak psikologis yang muncul pada perempuan korban kekerasan yaitu harga diri rendah (minder), depresi, stress pasca trauma, bunuh diri, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, kecemasan, rasa malu dan rasa tertekan.

Faktor utama banyaknya perempuan di Indonesia yang mengalami KDRT dikarenakan mereka masih mempercayai budaya patriarki. Dimana budaya patriarki merupakan budaya sosial yang mana lelaki dianggap lebih dominan dalam sebuah rumah tangga. Mereka dianggap sebagai pemegang kuasa utama atas istri dan anaknya. Bahkan mereka dianggap mendominasi kepemimpinan politik, otoritas moral, hak sosial, hingga penguasaan properti. 

Pada dasarnya kekerasan fisik termasuk dalam tindakan pidana. KDRT sendiri telah di atur dalam UU No. 23 tahun 2004. Sedangkan bentuk-bentuk kekerasan yang tertuang di UU PKDRT (Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga) meliputi kekerasan fisik pada Pasal 6, kekerasan psikis pada Pasal 7, kekerasan seksual pada Pasal 8, serta penelantaran rumah tangga pada Pasal 9. 

UU No. 23 Tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga (PKDRT) menyatakan bahwa "setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga" (vide, pasal 1 ayat 1). 

Banyak masyarakat Indonesia mengalami KDRT maupun bentuk kekerasan lainnya. Salah satu cerita ketika ada salah seseorang mengalami kekerasan hampir setiap hari di poli. Tidak hanya dia yang menjadi korban, melainkan seluruh penghuni poli pun turut mengalaminya. Kebanyakan korban tidak melaporkannya karena lingkungan sekitar. 

Mereka lebih takut diolok-olok, dibully, dikucilkan, hingga diusir dari lingkungan tersebut ketimbang melaporkan pelaku kepada pihak berwajib. Kebanyakan pelaku juga dengan tidak tau malunya masih bernafas bebas tanpa memikirkan dosa. Beberapa dari mereka menyembunyikannya entah karena status sosial, hubungan yang baik di keluarga maupun di masyarakat, serta tertutupi dengan faktor religius. 

 Bagaimana cara menangani kekerasan dalam rumah tangga? 

Banyak perempuan-perempuan yang mengalami KDRT, namun mereka tidak mau melapor. Padahal terdapat pasal terkait tentang perlindungan perempuan. Tak lupa juga Komnas HAM yang turut membela hak-hak perempuan. Jika kalian mengalami KDRT atau tindak kekerasan lainnya, maka kalian wajib lapor kepada pihak Kemensos (Kementerian Sosial) melalui 1500-771. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline