Lihat ke Halaman Asli

Fata Azmi

Belajar, Berlilmu, Bermanfaat

Suara Waktu

Diperbarui: 26 Mei 2018   09:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Semoga kedamaian abadi selalu hinggap bersama kita disini, saat ini dan entah sampai kapan. Bagaimana keadaanmu hari ini? masih dapat tersenyum kan pastinya, atau masih akan terbiasa dengan keberpuraan diantara kita? entah apa itu sudah menjadi tabiat, kebiasaan atau itulah yang telah digariskan, lagi-lagi entah, untuk kali ini melalui tulisan kita bertemu dan melalui tulisan pula kita saling menegur tanpa kata.

Hari ini masih cerah seperti hari kemarin, namun kisah akan berulang atau berubah sesuai dengan keadaan, seperti itulah kehidupan siapa yang tahu siapa yang mengira, yang jelas hanya sang waktu yang mampu menjawab segalanya.

Tergelitik dengan syair kehidupan, berpuisi tentang idealitas namun berpapasan dengan realitas, mengapa kita mengukir namun pada akhirnya kita sama sama membuang ukiran itu, buat apa kebersamaan jika itu hanya sebatas kesemuan, untuk apa adanya kita kalau satu dan yang lainnya sama-sama memakai topeng kebohongan, sudahilah.

Mata menggambarkan yang terlihat, kuping mencerna apa yang terdengar dan hati menyaring segalanya. Itu hakikatnya dan seharusnya, namun mataku dan matamu berbeda, kupingmu dan kupingkupun tak sama apalagi hatiku dan hatimu itu jelas berjarak. 

Akan ku mulai, siapa yang menyeretku kedalam pusaran ini ? ini gila dan sungguh gila, sudah di titik ini tetap saja kebuntuan yang didapat, buntu bukan berarti sudah tak ada jalan, namun bergerak maju sudah terhalang atau sengaja ada yang menghalangi. Ingin rasanya bersua dengan bisikan-bisikan masa lampau, menyuarakan yang pantas dan tak pantas, berbicara soal angan-angan dan harapan, berbincang soal misteri dan kegelapan.

Dimanakah aku ? Aku masih disini tidak kemana-mana, masih sama dan mungkin akan tetap sama, duduk terkadang dan berdiri semauku. Disini tak lelah memperhatikan para hakim moral yang berlaga semaunya, menjadi penonton para aktor kemunafikan, lebih tepatnya aku berada diantara dunia yang ku buat sendiri dan dunia yang dibuat orang lain dan dipaksakan masuk dalam kehidupannku. Mau sampai kapan ku disini ? sampai nanti ada juru bicara kehidupan yang dikenal dengan nama "waktu" yang senantiasa menjawab.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline