Disusun Oleh : Eko Kuntarto, Abdul Razaq, Arsita, Ayu Mutoharoh, Depa Aprilia Saputri, Devi Ariska, Ditya Fajar Nursahfitri, Eka Indriana, Fanesa Maura Aprillia, Firmansyah
Industri kreatif di Indonesia terus berkembang dan menjadi salah satu sektor unggulan dalam perekonomian nasional. Salah satu subsektor yang memiliki potensi besar adalah industri kerajinan, terutama kerajinan berbasis anyaman. Produk anyaman yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia telah menjadi bagian dari warisan budaya yang bernilai ekonomi tinggi.
Berbagai bahan alami seperti rotan, bambu, pandan, dan mendong telah lama dimanfaatkan untuk anyaman, namun masih sedikit yang mengenal dan mengembangkan anyaman berbahan resam (Dicranopteris linearis). Resam merupakan jenis tumbuhan paku yang tumbuh liar di berbagai wilayah Indonesia, terutama di daerah beriklim tropis dan lembab seperti Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan, dan Sulawesi.
Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah yang banyak ditumbuhi oleh resam. Tumbuhan resam tumbuh subur di lahan-lahan kosong dan hutan, namun kerap dianggap sebagai tanaman liar yang tidak memiliki nilai ekonomis sehingga sering diabaikan atau bahkan dibersihkan saat pembukaan lahan.
Padahal, jika dikelola dengan baik, resam dapat menjadi bahan baku kerajinan anyaman yang bernilai jual tinggi dan dapat menjadi produk unggulan daerah. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam mengolah resam menjadi produk anyaman yang menarik dan bernilai ekonomi.
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Kerajinan anyaman ini merupakan bagian dari warisan budaya yang telah lama berkembang di Indonesia. Berbagai bahan alam seperti rotan, bambu, pandan, dan mendong telah banyak digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan produk anyaman. Namun, pemanfaatan resam sebagai bahan anyaman masih sangat terbatas, padahal tumbuhan ini memiliki serat yang cukup kuat dan lentur, sehingga cocok dijadikan bahan anyaman untuk berbagai produk seperti cincin, gelang kalung, piring, kotak serbaguna, kopiah, tas, dompet, tikar, serta dekorasi rumah.
Selain itu, resam memiliki keunggulan dalam hal ketersediaan karena tumbuh secara alami dan mudah ditemukan di alam tanpa perlu proses budi daya yang rumit. Namun, karena minimnya inovasi dalam desain dan pemasaran produk anyaman resam sehingga hal ini menjadi kendala dalam meningkatkan daya tarik dan nilai jual produk ini di pasar lokal maupun nasional.
Melihat kondisi tersebut, perlu adanya upaya untuk mengembangkan pemanfaatan resam sebagai bahan baku kerajinan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Oleh karena itu, melalui proyek "Resampreneur: Anyaman Bernilai, Warisan Berkembang", kami ingin mengangkat potensi resam di Jambi sebagai bahan baku kerajinan yang tidak hanya mempertahankan nilai tradisionalnya tetapi juga mampu beradaptasi dengan tren pasar modern.
Proyek ini juga berfokus pada pemberdayaan sumber daya manusia dalam upaya melestarika warisan budaya dengan mengenalkan keterampilan menganyam ini pada generasi muda sejak dini, Dalam hal ini, peserta didik SDIT Ahmad Dahlan dapat diajak untuk belajar menganyam sebagai bentuk menjaga warisan budaya sekaligus meningkatkan kreativitas dan jiwa kewirausahaan mereka.