Lihat ke Halaman Asli

Fajar

PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

Sertifikasi Pranikah, Berikan Otonomi kepada Setiap Agama Mengurusnya

Diperbarui: 19 November 2019   22:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (stefanus.or.id)

Wacana kementerian PMK mewajibkan sertifikasi pranikah kepada para calon mempelai pada tahun 2020 mendapat respon beragam di kalangan masyarakat. 

Melalui tulisan ini, saya ingin membagikan apa yang selama ini diterapkan di Gereja Katolik dan dilema yang akan muncul, ketika NEGARA MENGAMBIL ALIH KEWENANGAN MASING-MASING AGAMA MENGURUS RUMAH TANGGANYA.

Praksis Sertifikasi Pra-Nikah di Gereja Katolik

Sejak lama, Gereja Katolik merasa perlu adanya PENDAMPINGAN PRANIKAH bagi pasangan yang sudah siap menikah. Hal ini merupakan amanah dari Kitab Hukum Kanonik (KHK) yang menjadi panduan hukum bagi umat Katolik di seluruh dunia, termasuk terkait Sakramen Perkawinan. Namun soal isi materi, metode, dan sistemnya tidak diatur dalam KHK dan dikembalikan kepada otonomi masing-masing negara, Konferensi Wali Gereja, Keuskupan atau Gereja Lokal karena kesadaran Gereja Universal akan perbedaan konteks setiap negara, keuskupan, dan paroki di dunia.

Kesadaran akan pentingnya pendampingan pranikah ini muncul dari ajaran tentang perkawinan Katolik yang monogami, takterceraikan kecuali oleh Allah melalui kematian salah satu pihak, kebersamaan seluruh hidup, dan nilai sakramentalitas sebuah perkawinan gerejani.

Tujuannya agar pasangan-pasangan yang mau menikah secara Katolik sungguh-sungguh dibekali agar paham tentang maksud dan tujuan perkawinan Kristiani serta semua konsekuensi logis yang menyertai kehidupan perkawinan setiap suami istri kristiani di masa depan. 

Pendampingan pranikah juga membantu calon mempelai Katolik mempersiapkan diri sebaik mungkin agar meminimalisir kasus perceraian dan pisah ranjang karena ajaran Yesus bahwa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia.

Praksis pendampingan pranikah di Gereja Katolik Indonesia selama ini dilakukan melalui beberapa tahap.

Pertama, Kursus Persiapan Perkawinan (KPP) atau Kursus Berumah Tangga. Secara teknis, KPP dilenggarakan dengan durasi waktu yang berbeda-beda untuk setiap Keuskupan di Indonesia bahkan berbeda untuk setiap paroki. 

Ada yang bisa dalam waktu 3 bulan, 2 bulan, 1 bulan, 3 hari, bahkan ada yang dilakukan dalam dua hari. Meskipun durasi waktu penyelenggaraan di masing-masing paroki dan keuskupan berbeda-beda, tetapi ada kesamaan tema/topik/bidang  yang wajib dibekali kepada para calon mempelai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline