Orang ini namanya Mao Zedong. Manusia yang di juluki The Great Leader dari china. Seorang diktator. Seorang filsuf. Seorang tokoh komunisme terbesar di China yang dibuja, sampai-sampai dibuatkan kuil sendiri untuk bedoa kepadanya.
Sudah dipuja bak tuhan yang agung, usut punya usut Paman Mao ternyata juga manusia. Ia romantis. Suka bermain sastra, ilmu meromantisasi kata. Menariknya, tidak banyak orang yang tau bahwa Paman Mao pernah menuliskan puisi kepada sahabat yang juga muridnya, waktu ketahuan ditangkap karena dalih perccobaan kudeta pemerintahan di sebuah negara.
Begini kira-kira bunyinya:
Tegap menghadap jendela dingin di ranting jarang. Tersenyum mendahului mekarnya berbagai kembang.
Sayang wajah girang tak berwaktu panjang. Malahan gugur menjelang musim semi datang.
yang akan gugur, gugurlah pasti. Gerangan haruskah itu mengesalkan hati?
Pada waktunya buka mekar dan gugur sendiri.
Wanginya tersimpan menanti tahun depan lagi.
Dipa Nusantara Aidit
Diketahui bahwasannya puisi tersebut dituliskan untuk Dipa Nusantara Aidit, salah satu tokoh Komunis Indonesia. Aidit sendiri memang dikenal lebih dekat dengan Beijing ketimbang Moscow. Kedekatan mereka juga terlihat dari cara Aidit yang datang langsung ke Beijing, untuk menyampaikan rencana kudetanya pada Paman Mao.