Lihat ke Halaman Asli

Faiqotul Hikmah

UIN KHAS JEMBER

Politik Hukum Pembaruan Hukum Keluarga Islam di Indonesia

Diperbarui: 17 Oktober 2021   22:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Salah satu bentuk hukum yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi reformasi hukum di Indonesia adalah hukum Islam. Hukum Islam, serta hukum keluarga Islam , diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi reformasi hukum saat ini. 

Reformasi hukum seperti ini merupakan bagian dari kebijakan hukum yang bertujuan untuk melaksanakan reformasi hukum untuk membuat keputusan pemilu  mengenai tujuan dan cara yang digunakan untuk mengatur kehidupan sosial masyarakat Muslim di Indonesia.

Reformasi hukum itu sendiri menyesuaikan dengan dinamika perkembangan  masyarakat. Dalam Islam dikenal ungkapan La Yunkar taghayyur alahkam bi taghayyur alazman. Aturan ini menjelaskan bahwa dengan perubahan waktu dan tempat hukum juga memerlukan perubahan, baik  normatif maupun praktis. Suatu ketika suatu aturan hukum  disepakati dan digunakan sebagai pedoman bagi masyarakat, tetapi di lain waktu undang-undang tersebut dapat dianggap tidak relevan, sebagai pedoman yang tidak memadai dan tidak dipraktikkan oleh masyarakat.
 
Hal ini sesuai dengan konteks Indonesia,  negara yang telah menerapkan pembaruan  hukum keluarga Islam.  Secara historis, pembaruan hukum perkawinan Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu:
 (1) pra-kolonial;
 (2) zaman penjajahan; dan
 (3) masa kemerdekaan  (orde lama, orde baru dan masa Reformasi).
 Dalam setiap periode ini, hukum keluarga Islam mengalami perubahan dan pembaruan.

Masalah yang menjadi perdebatan dalam peraturan pernikahan adalah; pada masa penjajahan, yaitu: poligami, perkawinan di bawah dan perceraian sewenang-wenang. Pada masa reorganisasi (UU No. 1 Tahun 1974): aturan pencatatan perkawinan, poligami, pembatasan usia minimum untuk perkawinan, perkawinan beda agama, pertunangan, perceraian dan masalah anak.
 
Karena dalam Reformasi ada dua; CLD pertama  KHI mendefinisikan nikah, rukun nikah, rukun nikah, wali, saksi, catatan, umur nikah, mahar, nikah beda agama, poligami, talak dan rujukan, iddah, ihdad, tunjangan, nusyuz, kedudukan dan tanggungan suami istri dan hak dan kewajiban suami istri.

Kedua RUU HTPA: untuk bidang agama adalah masalah perkawinan siri, sedangkan bidang feminis mencakup semua pasal yang masih spesifik gender (sejak RUU ini diadopsi oleh KHI yang telah ditanggapi oleh  TIM PUG Depag RI dengan CLD KHI).




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline