Lihat ke Halaman Asli

Ramadan dan Ilustrasi Mudik Spiritual

Diperbarui: 10 Mei 2020   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Mudik (Mantas Hesthaven on Unsplash)

Tradisi mudik yang kerap digelar jelang perayaan hari raya idul fitri diharapkan dapat memaknai setiap pribadi yang melakukannya. Terlebih, bagi seorang mukmin yang sebelumnya menjalankan ibadah puasa ramadan. 

Mudik yang diartikan sebagai kembalinya masyarakat urban ke kampung halaman, perlu dimaknai sebagai mengembalikan nilai spiritualitas. Mengembalikan "kehambaan" dan "kemanusiaan" ke asalnya.

Dengan begitu, mudik yang dilaksanakan saban ramadan dan idul fitri tidak garing makna, dan justru lebih memiliki keutamaan dari sekadar pulang kampung biasa. 

Fenomena mudik lebaran yang dilatari semangat bersilaturahmi dengan sanak keluarga di kampung menjadi ritual tak terhindarkan jelang idul fitri. 

Tetapi, sadarkah bahwa mudik lebaran dapat diilustrasikan sebagai sebuah perjalanan spiritualitas, perjalanan manusia menuju ke "kemanusiaan".

Artinya, melahirkan kembali cahaya hakikat kemanusiaan kita yang memang lama tertiban gelapnya titik hitam selama berselancar dalam kehidupan duniawi.

Merangsang kembali potensi spiritualitas yang mengarahkan manusia menuju pencerahan yang dalam terminologi islam disebut ketakwaan.

Dan bukankah bulan ramadan yang didalamnya disyariatkan puasa dan zakat fitrah merupakan salah satu program wajib yang diarahkan guna mencetak generasi yang kuat secara spiritualitas (ketakwaan)?

Ramadan dan Spiritualitas

Ramadan disebut juga bulan penyucian diri, bulan pelebur dosa dan bulan beramal saleh. Bulan yang menjadi momentum bagi setiap mukmin untuk meningkatkan dan mengokohkan kualitas spiritual.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline