Lihat ke Halaman Asli

Ramadan, Covid-19, dan Revolusi Diri

Diperbarui: 3 Mei 2020   02:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi berbuka puasa (Pixabay)

Ramadhan telah tiba. Bulan mulia lagi dimuliakan. Bulan yang disyariatkan berpuasa di siang harinya dan berzakat di penghujung bulannya. Bulan kemuliaan yang ditandai dengan banyaknya keistimewaan yang dianugerahi ilahi.

Menurut beberapa dalil naql, ramadhan disebut sebagai bulan rahmat, bulan penghapus dosa dan bulan berlipatgandanya balasan atas kebajikan yang dilakukan.

Bulan yang diberkati dengan adanya satu waktu istimewa, lailatul qadr. Malam yang Allah pancangkan kehendaknya, malam diturunkannya Al-quran, ruh suci dan malaikat sebagai rahmat bagi seisi alam raya. 

Ya, begitu mulianya ramadhan, hingga Allah menyariatkan puasa di dalamnya. Syariat yang tidak hanya dilakukan umat islam tetapi juga sudah dilakukan sejak umat sebelumnya. 

Sejak Adam hingga Muhammad, puasa sudah menjadi ajaran langit yang memiliki satu misi penting yaitu "ketaqwaan". Dan, barangkali hanya ibadah puasa (ramadhan) yang dikehendaki sebagai ibadah mahdhah yang memiliki misi spesifik, yaitu mencetak orang yang bertaqwa. 

Ramadhan dan Revolusi Diri

Buku berbahasa arab yang ditulis Seorang Dosen Universitas Al-azhar Mesir, Ahmad Syarbashi, yang kemudian  diterjemahkan berjudul "Kumpulan Pertanyaan Soal Agama dan Kehidupan" bab puasa, di sana pengarang sedikit memaparkan hikmah dari disyariatkan puasa ramadhan. 

Diantaranya adalah momentum merevolusi diri dari kebiasaan dan gaya hidup yang berlebihan, gaya hidup yang menjadi candu hingga mengakibatkan ketergantungan terhadap hawa nafsu syahwat. 

Perhatikan sebelum ramadhan, banyak diantara kita yang memakan apa saja yang dikehendaki, meminum minuman apa saja yang  diinginkan. Namun, setelah ramadhan datang semua itu dilarang selama sebulan, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.

Ramadhan menjadi candradimuka dalam hal mengatur ulang kebiasaan yang sebelumnya kerap dilakukan. Dengan berpuasa, umat islam seharusnya mampu mengontrol konsumsi kebutuhan hidup dengan lebih disiplin dan teratur, tidak berlebihan dan terukur. 

Pesan sekaligus pengingat bagi umat islam bahwa hidup tidak selalu stagnan dan justru berdinamika. Kadangkala dalam keadaan kenyang, kadangkala lapar. Terkadang lapang, kadang sempit. Dan, terkadang kaya, kadang fakir. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline