Lihat ke Halaman Asli

Fadhila Fauzia

SHS Student 🧕🏻

Mematahkan Mitos Perempuan sebagai Kaum Inferioritas

Diperbarui: 26 Januari 2020   21:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bukuprogresif.com

Judul Buku:  Mitos Inferioritas Perempuan
Penulis: Evelyn Reed
Penerbit: Penerbit Independen
Tebal: 130 halaman
Dimensi: 13 19 cm
ISBN: 978-623-902-495-6
Harga Buku: Rp. 58.000
Cetakan: Pertama, Oktober 2019


Tidak jarang kita mendengar perkataan-perkataan yang dilontarkan kepada kaum perempuan seperti: "Perempuan itu nggak perlu sekolah tinggi-tinggi, kalau sudah bersuami paling hanya masak di dapur terus ngurus anak" "Perempuan cukup di rumah aja, masak, dan ngurus anak!" atau "Memangnya kamu bisa apa? Kamu kan perempuan." Dan masih banyak lagi.

Sadar ataupun tidak, paradigma-paradigma seperti itu menunjukkan bahwa posisi perempuan selalu menjadi jenis kelamin yang inferior (lebih rendah) dan tempat mereka selalu berada di rumah. Padahal itu hanyalah mitos belaka yang kemudian mitos ini dibantah dan dipatahkan oleh seorang sosialis dan aktivis hak-hak perempuan di Amerika Serikat yang bernama Evelyn Reed.

Melalui buku yang ia tulis pada tahun 1969 dengan judul Problem of Women's Liberation lalu diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia menjadi Mitos Inferioritas Perempuan ini, Reed membantah mitos yang selama ini diproduksi dan direproduksi oleh budaya patriarki dan kapitalisme yang menyebut bahwa kodrat perempuan menduduki posisi inferior (lebih rendah), sedangkan laki-laki menduduki posisi superior (lebih tinggi). Dengan pendekatan materialisme historis, Reed menelusuri akar sosial dan ekonomi penindasan perempuan dari zaman prasejarah sampai ke zaman kapitalisme modern.  

Menurut teori matriarkal Briffault dengan teori kerja sosial Engels tentang asal-usul, jauh dari sekadar terkungkung di rumah belaka, perempuan adalah pencipta dan pemelihara organisasi sosial pertama umat manusia.

Sebagaimana digambarkan oleh Engels, melalui aktivitas-aktivitas produktif yang dilakukan, manusia bertransformasi keluar dari dunia binatang. Lebih spesifik lagi, kaum perempuan menjadi salah satu pemprakarsa utama dalam kegiatan-kegiatan produktif ini. Artinya, mereka memiliki peran dalam tindakan penciptaan dan peningkatan kemanusiaan sehingga berkontribusi bagi berkembangnya peradaban.

Salah satu ciri yang paling terlihat dari kapitalisme dan masyarakat berkelas secara umum adalah adanya ketidakadilan seksual. Laki-laki berkuasa dalam bidang ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan intelektual, sementara perempuan tersubordinasi dan tertundukkan. Hanya dalam tahun-tahun terakhir, perempuan keluar dari dapur dan kamar bayi untuk menentang monopoli para lelaki. Namun, secara esensial ketimpangan masih tetap ada.  

Di zaman pengumpulan makanan, pembagian kerja berlangsung dengan sangat sederhana. Pembagian kerja dijalankan berdasarkan divisi seksual, antara jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Laki-laki adalah pemburu yang ahli, perempuan adalah pengumpul produk nabati di sekitar kamp atau tempat tinggal.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Alexander Goldenweiser dalam buku Antropology: "Dimana-mana makanan menjadi bagian dari kebutuhan rumah tangga, ini lebih teratur dan andal disediakan oleh usaha-usaha perempuan yang berada di rumah daripada oleh laki-laki atau anak yang berkeliling untuk berburu. Ini adalah gambaran umum di masyarakat primitif, bahwa ada kalanya laki-laki pulang tanpa mendapatkan buruan, dan mereka pulang untuk makan.

Dalam kondisi seperti itu, pasokan sayuran harus memenuhi kebutuhan mereka dan juga kebutuhan rumah tangga lainnya." Jadi, persediaan makanan yang paling dapat diandalkan disediakan oleh pengumpul perempuan, bukan pemburu laki-laki.

Dalam masyarakat primitif, kompetisi dalam hal seksual tidak pernah ada. Mereka tidak membutuhkan kosmetik dan fashion sebagai bantuan artifisial untuk membuatnya tampak cantik. Tubuh dan wajah laki-laki juga perempuan dilukis dan dihias tetapi tidak untuk terlihat cantik. Kebiasaan-kebiasaan ini muncul dari serangkaian kebutuhan yang berbeda berhubungan dengan kehidupan masyarakat primitif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline