Lihat ke Halaman Asli

Franklin Towoliu

Seorang pemerhati masalah kehidupan

Ekspedisi Ventira, Negeri yang Hilang (25 / masuk bagian empat)

Diperbarui: 31 Mei 2020   17:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

 Mendengar itu Raiva menjadi tenang. Tak ada yang perlu diragukan kini, pikir Raiva. Tanpa sadar wajahnya sumingrah hingga memancarkan energy positif. Lagi ia menatap wajah Daniel. Didapatinya wajah pria bule yang nyaris mirip legenda rockn'roll Elvis Prasley itu nampak mulai memancarkan optimisme.

"So, kita sudah sepakat dan sehati semuanya, Daniel.  Ayo leader, tegakkan kepalamu. Misi harus lanjut dan kami perlu perintahmu," ujarnya membangunkan semangat Daniel. Daniel menyambut dengan senyum hangat. 

 "Jadi kalau semua sudah sepakat, kita tinggal menunggu petunjuk pak Subhan. Apakah kita bergerak sekarang atau nanti. Atau mungkin kita tetap disini hingga waktunya tiba? Atau... mungkin ada baiknya pak Subhan berpamitan dulu kepada istri dan anak-anak, lalu kembali ke sini? Terdengar suara Rainy lagi.

 Semua mata segera mengarah ke pak Subhan. Bibirnya yang tebal serta dikelilingi janggut dan rewoknya nampak bergerak. "Sebaiknya kita semua beristirahat dulu sore ini dirumahku yang sederhana kalau tidak keberatan. Hanya saja tolong dimaafkan keberadaannya. Maklum, rumah di desa rata-rata seperti rumah saya. Berdinding papan."

 "Lho, apa kita nanti tidak terlambat dan membuang waktu,pak?" kejar Eva.

 "Engh.. Anu. Untuk pergi ke jembatan kita harus menyesuaikan dengan waktu yang tepat yaitu jam dua belas malam. Itu salah satu syaratnya."  Jelas pak Subhan.

 "Mengapa harus jam dua belas malam pak?" Tanya Danish.

 "Permisi saya keluar sebentar," tiba-tiba Didin memotong pembicaraan, membuat pak Subhan yang baru mau menjawab pertanyaan Eva jadi urung.

 "Kemana mang? Jangan jauh-jauh lho. Kita sudah akan bergerak lagi." Cegah Eva.

 "Sebentar saja. Cuma beli rokok di kios sebelah," kata Didin sambil berdiri dan berjalan keluar. "Rupanya ia tak tahan kalau tak merokok sehabis makan. 

 " Jam dua belas adalah pintu waktu untuk masuki ke Negeri Ventira. dan kita harus ada di jembatan jam 11. Itu berarti kita berangkat jam 10 malam dari rumah saya. Jalan kaki," tambah pak Subhan dengan wajah agak menunduk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline