Lihat ke Halaman Asli

Erusnadi

Time Wait For No One

(Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2022) Demokrasi Pancasila di Bawah Kekuasaan Politik

Diperbarui: 1 Juni 2022   09:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari lahir Pancasila 1 Juni selalu diperingati hingga tahun 2022 ini. Bahkan sudah menjadi hari libur nasional. Pancasila memang ideologi bangsa yang tidak pernah sekalipun diubah sejak berdirinya negara ini. Sebagai suatu ideologi, barangkali prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila bisa menjadi arah dan pandangan hidup bangsa sebagaimana yang dicita-citakan oleh founding father hingga kiamat nanti.

Karena itu menjadi hal yang sangat dimungkinkan bila nilai-nilai Pancasila bakal mempengaruhi peradaban dunia. Tentu saja untuk bangkit menuju sasaran dan tujuan tersebut, maka ideologi Pancasila mesti konsisten dijalankan. Paling tidak pilihan sistim pemerintahan yang menganut azas demokrasi ini mesti ditelaah kembali, apakah memang itu sudah sesuai dengan prinsip demokrasi Pancasila sebagaimana yang dicita-citakan, atau tidak?

Sebagaimana diketahui, negeri ribuan pulau ini sudah mengenal dan menerapkan sistim demokrasi dalam pemerintahan sejak kelahirannya pada Agustus 1945 lalu. Meskipun begitu para pendiri bangsa sebelumnya sudah mengetahui hal itu dari ilmu pengetahuan barat yang diperolehnya. Entah itu melalui buku bacaan maupun pendidikan di luar negeri.

Sehingga sempat tatkala hendak mendirikan suatu negara dan bangsa disodorkan pilihan, apakah menjadikan negeri monarchi atau demokrasi. Tentu hal itu diringi dengan berbagai pertimbangan dan prospeknya. Pendek kata, semua pendiri bangsa termasuk raja-raja dari nusantara pun menyetujui pilihan republik dengan demokrasi sebagai sistim pemerintahan yang dianut bangsa ini.

Perjalanan demokrasi pun mengalami pasang surutnya. Hal iu ditandai dengan berulangkali diubahnya konstitusi, yakni UUD 1945, menjadi Konstitusi RIS, lalu UUDS 1950, kemudian kembali ke UUD 1945 melalui dekrit presiden. Sampai hari ini pula UUD 1945 itu juga telah mengalami amandemen hingga empat kali.

Peristiwa perubahan ground norm atau norma dasar, atau hukum dasar bangsa ini merupakan konsekuensi dari pilihan sistim demokrasi yang sudah diterapkan. Mau itu sistim demokrasi dengan naman demokrasi pancasila atau sistim demokrasi liberal atau sistim demokrasi parlementer semua sudah dirasakan.

Sebagai norma dasar atau hukum dasar bangsa ini, sekarang isi UUD 1945 amandemen sudah berbeda dengan aslinya. Yang semula presiden dan wakil presiden ditentukan MPR, maka sekarang rakyat berdaulat yang memilihnya. Yang semula ada lembaga tertinggi negara, sekarang semua jadi lembaga tinggi negara. Dan seterusnya.

Lalu bagaimana keadaan sistim demokrasi pancasila sekarang ini?

Ada yang menyebut sistim demokrasi pancasila sudah oligarkhis hanya milik segelintir elit, elit politik maupun ekonomik. Ada juga yang bilang sistim demokrasi pancasila sudah kapitalistik cuma milik kaum pemodal. Juga ada yang masih pasrah menyebut sistim demokrasi pancasila ini sekarang masih milik kedaulatannya rakyat. Yang semua penyebutan itu bermuara pada sebutan demokrasi pancasila sebagaimana pendiri bangsa cetuskan.

Kalau sebutannya demokrasi pancasila maka boleh jadi bakal tidak sejalan lagi. Bagaimana mungkin misalnya kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden itu dilakukan lewat penghitungan suara melalui pemilihan umum secara langsung dengan dalil demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Tetapi bukan dilakukan dengan cara permusyawaratan perwakilan sebagaimana UUD 1945 sebelum amandemen.

Apalagi sila keempat pancasila itu menyebut dengan jelas,"kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline