Lihat ke Halaman Asli

Erlanggga

Mahasiswa Universitas Airlangga

KH. A. Wahis Hasyim: Ulama Pesantren, Pahlawan Bangsa, & Sosok Yang Terlupakan

Diperbarui: 20 September 2025   00:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KH. A. Wahid Hasyim

KH. A. Wahid Hasyim: Ulama Pesantren, Pahlawan Bangsa, & Sosok Yang Terlupakan

Pendahuluan

Ketika berbicara tentang tokoh-tokoh perumus dasar negara, nama-nama seperti Soekarno, Hatta, atau Mohammad Yamin sering disebut. Namun, di balik deretan tokoh besar itu, ada sosok ulama pesantren yang tak kalah penting perannya, yaitu KH. Abdul Wahid Hasyim. Beliau adalah anggota Panitia Sembilan yang merumuskan Piagam Jakarta serta menjadi Menteri Agama pertama Indonesia. Sayangnya, nama KH. Wahid Hasyim sering kali kurang mendapat sorotan dibanding tokoh-tokoh lain. Padahal, kontribusinya menunjukkan bahwa kalangan santri dan ulama memiliki peran besar dalam perjalanan bangsa.

Biografi Singkat

KH. Abdul Wahid Hasyim lahir pada 1 Juni 1914 di Jombang, Jawa Timur. Beliau adalah putra dari pendiri Nahdlatul Ulama, KH. Hasyim Asy'ari, dan ayah dari KH. Abdurrahman Wahid (Akrab disapa sebagai Gus Dur), Presiden ke-4 Republik Indonesia. Sejak kecil, Wahid Hasyim tumbuh dalam lingkungan pesantren yang kental, menimba ilmu agama dari ayahnya, sekaligus memperdalam pengetahuan umum secara otodidak. Ia memiliki kecintaan besar pada bahasa, bahkan menguasai bahasa Arab, Inggris, dan Belanda. Sosoknya dikenal tegas, visioner, namun  rendah hati.

Fakta Yang Jarang Diketahui

Beliau adalah salah satu sosok yang termasuk kedalam keanggotaan Panitia Sembilam. Sebagai anggota Panitia Sembilan yang dibentuk BPUPKI pada 1945, KH. Wahid Hasyim ikut serta merumuskan dasar negara yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta. Kehadirannya mencerminkan keterwakilan umat Islam sekaligus kalangan pesantren dalam proses kelahiran Indonesia. Sikap moderat dan kebijaksanaannya sangat berperan dalam menjembatani kepentingan kelompok Islam dan nasionalis. 

Hal ini merujuk pada perdebatan Alinea Pertama dari Piagam Jakarta (Sekarang Pembukaan UUD-1945) yang berbunyi "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Sejumlah pihak merasa keberatan dengan kalimat itu, terutama dari kalangan non-Muslim di Indonesia. Namun berkat kegigihan beliau beserta beberapa tokoh yang lain, akhirnya kalimat itu diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Dengan pandangan terbuka, beliau membantu mencari titik temu antara nilai-nilai agama dan kebangsaan, sehingga rumusan dasar negara dapat diterima semua pihak.

Kesimpulan

Kisah hidup KH. Wahid Hasyim membuktikan bahwa ulama pesantren dan kalangan santri memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan. Melalui perjuangannya, beliau menegaskan bahwa kecintaan terhadap tanah air tidak pernah terpisah dari nilai-nilai keislaman, seperti yang diajarkan oleh panutan umat islam, yakni Rasulallah SAW. Warisan pemikiran Wahid Hasyim menjadi teladan bagi santri masa kini, bahwa mengabdi untuk bangsa bisa dilakukan dari berbagai bidang dan aspek.

KH. A. Wahid Hasyim adalah sosok ulama besar yang perannya dalam sejarah bangsa sangat penting, meski kerap kurang mendapat sorotan. Sebagai anggota Panitia Sembilan, beliau ikut menentukan dasar negara Indonesia, dan sebagai Menteri Agama pertama, beliau merintis kebijakan yang menjamin kerukunan serta pengakuan terhadap pendidikan pesantren. Melalui perjuangannya, kita melihat bahwa santri dan ulama pesantren bukan hanya bagian dari sejarah keagamaan, tetapi juga pejuang kebangsaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline