Bedug, surau lubuak bauak, tanah datar, sumatera barat sumber dokumetasi pribadi
Surau lubuak bauak, kecamatan batipuh baruh, kabupaten tanah datar, sumatera barat. Surau Lubuak Bauak, tempat yang menyimpan nilai arsitektur, budaya, dan sejarah Islam di Minangkabau. Surau ini berdiri sejak tahun 1884, dan rampung pada tahun 1901, di sinilah Buya Hamka pernah menimba ilmu agama. Bahkan, surau ini juga menjadi inspirasi lahirnya karya sastra terkenalnya, yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
Bangunan ini berdiri di Nagari Batipuh Baruh, dan dibangun oleh Datuk Bandaro Panjang dari suku Jambak. Bangunan ini memiliki panjang 13 m, lebar 13 m. Didalam kompleks bangunan terdapat tiga kolam atau biasa di sebut luhak dalam bahasa setempat dahulu difungsikan sebagai tempat berwudhu, serta bagian depan surau terdapat bangunan mirip rangkiang (tempat penyimpanan padi) yang digunakan untuk meletakkan bedug.
Surau ini bukan milik satu kaum tetapi milik nagari, surau ini menjadi pusat kegiatan masyarakat, mulai dari tempat mengaji, rapat adat, hingga musyawarah penting nagari. Dari segi arsitektur, Surau Lubuak Bauak punya bentuk yang unik. Surau ini memiliki tiga lantai dan atap bertingkat tiga, melambangkan filosofi tali tigo sapilin, yaitu tiga dasar pengambilan keputusan dalam adat Minangkabau. surau di Minangkabau, keberadaan surau ini dikhususkan sebagai pusat pendidikan non-formal setempat. Letaknya berdampingan dengan Masjid Al-Ula yang menyelenggarakan salat jemaah, dikelilingi rumah penduduk, dan dibatasi jalan raya di sebelah utara.
Lantai pertama digunakan untuk mengaji dan rapat adat, lantai kedua untuk musyawarah lanjutan, dan lantai ketiga sebagai tempat penyelesaian keputusan tertinggi. Bahan bangunannya didominasi oleh kayu Surian, kayu khas Minangkabau yang tahan lama dan beraroma wangi. Semua bagian bangunan dibuat dengan sistem pasak tanpa paku, bukti kearifan lokal dalam konstruksi tradisional. Tiang utama berjumlah 30 tiang kayu penyangga berbentuk segi delapan yang menopang bangunan.
Fakta menariknya, kayu yang digunakan untuk membangun Surau Lubuak Bauak ternyata memiliki proses pengolahan yang luar biasa unik. Kayu yang dipakai bukan sembarang kayu, semuanya diambil dari pohon yang sudah benar-benar tua dan matang umurnya sebelum ditebang. Setelah itu, kayu tersebut tidak langsung digunakan, melainkan direndam selama lima hingga tujuh tahun di dalam kolam atau rawa. Proses perendaman panjang ini membuat kayu menjadi lebih kuat, tahan rayap, dan tidak mudah lapuk. Itulah sebabnya, hingga sekarang lebih dari satu abad kemudian, struktur kayu Surau Lubuak Bauak masih kokoh dan terawat dengan baik.
Di bagian menara pada surau ini membentuk segi delapan yang melambangkan delapan arah mata angin yang merupakan simbol bahwa Islam adalah rahmatan lil 'alamin, rahmat bagi seluruh alam. Keindahan surau ini juga tampak dari ukiran-ukiran tradisional Minangkabau di bagian dinding dan serambi. Bentuk arsitektur surau Lubuak Bauak yang tergolong ke dalam jenis surau Gadang, memiliki ketertarikan tersendiri karena struktur bentuk surau terbilang unik dengan penempatan ukiran pada gonjong sehingga tidak lepas dari bentuk rumah gadang. Motif seperti pakis, limpapeh, dan mahkota menggambarkan perpaduan nilai adat dan pengaruh Islam yang kuat. Ukiran kaligrafi bertuliskan "Bismillahirrahmanirrahim" di atas pintu masuk menambah kesan religius pada bangunan ini.
Dalam aspek tata ruang, surau ini dibangun dengan orientasi utama difungsikan untuk shalat berjamaah dan kegiatan keagamaan lainnya. Lebih jauh, Surau Lubuak Bauak juga menjadi simbol perpaduan antara adat dan agama, karena di tempat inilah masyarakat tidak hanya beribadah tetapi juga bermusyawarah dan menjaga nilai-nilai sosial yang berlandaskan Islam. Hal ini sejalan dengan falsafah Minangkabau, "adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah," yang menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat adat Minangkabau tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam.
Ada beberapa kesamaan yang terdapat antara arsitektur rumah gadang dengan surau Tuo Nagari Lubuak Bauak ini, diantaranya adalah pada struktur tiang, dinding dan gonjong, serta ornamen yang digunakan. Ornamen ukiran kayu tradisional Minangkabau ini ditempatkan pada bagian singok, layaknya sebagaimana yang terdapat pada singok rumah gadang. Bentuk ornamen yang digunakan tersebut memilki ciri berupa stilasi dari bentuk tumbuhan yang terdiri dari sulur (gagang), daun dan bunga, walaupun ada sebagain motif tersebut menggunakan nama binatang.
Bangunan ini pun telah ditetapkan sebagai cagar budaya dan terus dilestarikan agar warisan arsitektur Minangkabau ini tetap hidup dari generasi ke generasi. Surau Lubuak Bauak bukan sekadar tempat ibadah, tapi simbol perpaduan adat, agama, dan nilai luhur budaya Minangkabau. Melalui bangunan ini, kita bisa melihat betapa indahnya kearifan lokal yang diwariskan oleh para leluhur. Dari Nagari Batipuh Baruh, inilah arsitektur tradisional yang tidak hanya kuat secara fisik, tapi juga kaya akan makna.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI