Lihat ke Halaman Asli

Enik Rusmiati

TERVERIFIKASI

Guru

Perceraian Bukan Alasan untuk Tidak Peduli pada Anak

Diperbarui: 3 Maret 2020   11:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: cerpen.id

Suatu hari saya berkesempatan berdialog ringan dengan salah satu siswa di perpustakaan. Karena memang kebetulan saya mendapat tugas tambahan sebagai petugas perpustakaan. Anak ini salah satu siswa yang rajin berkunjung dan membaca di perpustakaan, namun sudah beberapa hari ini saya memang tidak melihatnya. Meski seorang laki-laki dia suka sekali membaca fiksi, satu minggu dia bisa pinjam novel, antologi puisi atau antologi cerpen sampai dua buku.

"Sudah lima hari tidak kelihatan le?" tanyaku penasaran

"Iya bu, saya sakit."

"Oh iya, sakit apa? Sakit kok tambah gemuk?" candaku asal saja

"Sakit panas bu, saya gemuk karena saya kalau sakit, semakin bahagia," jawabnya dengan senyum merekah.

"Bahagia? Kenapa bahagia nak? Memang kalau sakit dapat hadiah ya?" selidikku penuh rasa ingin tahu.

"Betul sekali bu, karena kalau sakit, saya bisa disuapin ibu saya, bahkan kalau tidur juga ditemani ibu," jawabnya ringan, tapi masih dengan senyum mengembang.

Mak jleb, jelas kaget yang aku rasakan, "Memangnya kalau sehat, ibumu tidak mau menyuapi kamu ya nak?" aku semakin penasaran.

"Ibu dan ayah kan sudah berpisah semanjak saya masih di madrasah ibtidaiyah bu, ibu sudah menikah lagi, dan saya hidup bersama bapak dan nenek," jelasnya polos. Penjelasan anak ini membuat emosiku merinding.

"Ya Allah, hanya demi disuapi dan ditemani saat tidur saja dia harus meraskan sakit dulu," batinku. Ke pegang pundak anak ini, "Yang sabar ya, pilihan Allah itu jauh lebih baik dari yang diperkirakan umat-Nya, ibu yakin kalau kamu sabar insyAllah ada kebaikan luar biasa yang menunggumu nak," aku berusaha memberi motivasi. "Ini lo nak, coba kamu baca ini, buku ini dulu tercipta karena himpitan suatu permasalahan." Aku tawarkan dia membaca karyaku Selamat Pagi Hati yang Sabar 

"Iya Bu, terima kasih." Selanjutnya dia mencari tempat duduk untuk menikmati buku yang aku sodorkan tadi di pojok ruang perpus ini, dan di tempat itulah dia selalu memilih bersama buku-buku yang dibacanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline