Lihat ke Halaman Asli

Muthiah Alhasany

TERVERIFIKASI

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Suatu Hari di Rumah Bunda Maria

Diperbarui: 23 Desember 2020   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumah Bunda Maria (dok.cengiz istidar)

Langit tampak murung, tapi aku tetap bertekad mengunjungi rumah Bunda Maria. Toh, tidak begitu jauh dari Ephesus, hanya sembilan kilometer saja. Agar tidak ada waktu yang tersia-sia, setelah puas berkeliling Ephesus, aku meluncur ke sana.

Rumah Bunda Maria terletak di atas gunung, atau lebih tepatnya bukit Bulbul. Tempat ini menjadi tujuan wisata nomor satu umat Nasrani dalam hari besar mereka. Misalnya, Natal dan paskah. Karena itu aku justru menghindari saat ramai oleh turis.

Sayangnya, mobil yang aku sewa untuk ke rumah Bunda Maria hanya bisa mengantar hingga kaki bukit. Sang supir harus pulang ke rumah karena ada telepon mendadak dari istrinya.  Pantang surut langkah, aku melanjutkan perjalanan.

Kepalang tanggung aku memutuskan berjalan kaki ke atas bukit, maklum masih merasa sebagai pendaki gunung. Aku yakin kaki ini masih kuat menanjak bukit yang tak seberapa tinggi itu.

Matahari begitu cepat bergulir ke Barat, padahal aku baru separuh perjalanan. Tetiba aku merasa langit mulai gelap. Apalagi kabut muncul dari pepohonan rindang. Aku bergegas agar bisa sampai sebelum Maghrib.

Jalan menuju ke sana begitu sepi. Maklum bukan musim wisatawan. Mungkin hanya aku yang berniat ke rumah Bunda Maria. Di bawah tadi hanya satu atau dua toko yang buka, dan tidak ada ojek yang mau ke atas.

Tengah melangkah, mendadak ada dua orang lelaki muncul dari semak-semak. Aku terkejut dan mempercepat langkah. Ternyata mereka menyusul dan kemudian menghadang. Wajah mereka kasar dan tidak ramah.

"Serahkan tasmu," teriak lelaki yang berewok.  Tubuhnya tinggi dan kekar.

"Maaf, saya tidak bisa," aku menolak. Dalam hati aku berhitung, apakah mereka memiliki kekuatan fisik yang besar.

Lelaki yang satu tak berbasa-basi, langsung maju merenggut tas yang aku pegang.  Secara  spontan aku menghindar dan mengayunkan tendangan ke  dadanya. Bagaimana pun aku seorang karateka.  Ia terhentak mundur dan menggeram.

"Kurang ajar," bentaknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline