Lihat ke Halaman Asli

Elvinakey

Guru Bahasa Indonesia

Kebijakan Baru Pak Talib

Diperbarui: 1 April 2021   01:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 Seperti biasa, Pak Talib memulai harinya dengan duduk di kursi teras jeparanya sambil menyeruput teh manis hangat. Tidak lama, dirinya terjun dalam dunianya sendiri. Tenggelam dalam sajian bacaan harian yang sejak dari lama menjadi langganan rutinitas paginya. Bola matanya menyapu bersih kolom demi kolom, baris demi baris. Sesekali matanya berhenti pada satu kalimat, tanda pikirannya sedang bekerja keras mencerna informasi yang baru saja ia telan. Hari ini, tanggal satu April. Berdasarkan berita yang dibacanya, kondisi politik tanah air sedang adem ayem, sementara perhatian nusantara sedang dihebohkan dengan berita bom bunuh diri di Makassar dan upaya penyerangan yang dilakukan seorang wanita di Mabes Polri.

            "Ah kacau, ada-ada saja ulah masyarakat ini." Tukas Pak Talib sambil meletakkan surat kabar yang sudah selesai ia baca. Tangannya meraih cawan berisi teh manis yang kondisinya tidak lagi sehangat semula. Diteguknya tandas teh tersebut, lalu dirapikannya surat kabar yang tadi hanya diletakkan serampangan. Kali ini matanya tertuju pada satu hal, terdiam sesaat, lalu kembali merapikan surat kabar.

            "Buk, saya berangkat ya." Ujar Pak Talib berpamitan pada istrinya. Dengan sigap Bu Talib meninggalkan aktivitasnya yang semula sedang bermain dengan cucunya yang lucu, kemudian mengantarkan Pak Talib ke depan gerbang.

            "Hari ini ada rapat dengan seluruh mentri-mentri desa," ujar Pak Talib

            "Kaya presiden aja, ada mentrinya."

            "Oh ya harus dong, yang baik dari pak Presiden harus ditiru sama Gujarat" Pak Talib menimpali, sambil menutup gerbang. Kemudian dilangkahkan kakinya mantap menuju balai desa.

            Sesampainya di Balai Desa Gujarat, Pak Talib memiliki waktu mempersiapkan diri sebelum rapat dimulai. Agenda rapat yang telah ia ramu dari jauh-jauh hari kini dikeluarkannya dari tas kulit buatan Itali, hadiah dari teman saudagar lainnya. Dalam agenda itu pula, Pak Talib menambahkan hal-hal penting yang baru saja dia pikirkan dalam perjalanan menuju Balai Desa tadi. Tangannya sibuk menuntun pena untuk mengguratkan ide-ide yang dirasa sangat perlu untuk disampaikan nantinya.

            Rapat pun berlangsung, seusai doa pembuka yang dibawakan oleh bapak Mentri Agama Desa Gujarat, sah sudah rapat penting desa berjalan. Pak Talib memiliki waktu untuk memegang mikrofon pertama, dan dalam kesempatan ini, Pak Talib tidak menyia-nyiakannya.

            "Saya memiliki beberapa kebijakan yang harus disetujui oleh seluruh mentri tanpa tapi," begitu kata sambutan yang disampaikannya. Seluruh mentri bingung, tidak biasanya Pak Talib bersifat tidak ingin ditentang.

            "Pertama, dalam bidang pendidikan. Saya mau sekolah memungut iuran sebesar lima puluh ribu per-bulan kepada setiap siswa. Tidak boleh mengutang, tidak boleh putus sekolah juga. Jika hendak putus sekolah, siswa tersebut perlu membayar sepuluh kali lipat dari besaran iuran bulanan." Pernyataan pertama disambut oleh bisu seluruh mentri. Mata mereka tiba-tiba sudah sebesar jengkol khas Desa Gujarat yang harusnya dipanen pekan depan. Pak Talib hendak melanjutkan prosesi pembacaan kebijakan baru, hingga seseorang dari sudut kanan meja siding bersuara.

            "Anu.. Pak.. Maaf. Mengapa tiba-tiba iuran pendidikan diadakan? Bukannya kita memiliki dana bantuan dari pemerintah?" Ternyata yang berbicara adalah mentri pendidikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline