Lihat ke Halaman Asli

Cengkeh Membawa Berkah

Diperbarui: 14 Juni 2022   12:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Cengkeh adalah sahabat aku waktu kecil, sebanyak apapun aku memetiknya dia pasti tidak akan marah kepadaku.

Berawal dari kehidupan orang tua yang sulit, membuat aku lebih cepat dewasa daripada umurku. Hidup ditengah-tengah keluarga yang sangat sederhana bahkan terbilang miskin itu hal biasa bagiku. Tak pernah jajan ketika sekolah itu udah jadi makananku sehari-hari. Walaupun waktu aku sekolah hari biasanya kami jajan itu paling satu Mnggu sekali, yakni ketika hari pasar saja tepatnya pada hari Rabu. Namun karena orang tua tak punya uang seminggu sekali pun kadang tak ada juga uang jajan. Saya sering berdiam diri di ruangan kelas ketika jam istirahat tiba. Bukan karena tak ingin main bersama teman-teman, tapi karena tak punya uang jajan yang akan dibelanjakan.

Walau tak punya uang untuk dijajankan  aku tetap sekolah karena memang sekolah itu adalah keinginan dari hatiku yang sangat kuat. Ketiadaan inilah yang membuat aku berfikir bagaimana caranya biar aku bisa jajan seperti kawan-kawanku yang lain. Waktu kecil aku Hoby sekali memanjat pohon. Entah itu pohon jambu, pohon manggis, pohon mangga, atau yang lainnya. Aku senang bermain di pohon karena disitu udara terasa sangat sejuk dan pemandangan juga tampak indah dari pohon itu, karena aku sering manjat tinggi sekali. Kadang pulang sekolah aku bawa sepiring nasi ke atas pohon  itu aku bertengger disana sambil makan. Ha...kayak ayam aja ya, begitulah dulu yang aku lakukan.

Melihat aku suka manjat pohon maka orang tua dari sahabat aku yang bernama Wita menawarkan aku untuk memetik buah cengkehnya. Tentu saja dengan senang hati aku menerima tawaran ibunya Wita. Setelah selesai makan aku langsung pergi ke rumah Wita untuk mengambil goni tempat cengkeh yang sudah selesai aku petik. Kebun cengkeh nya pun berada tidak jauh dari rumahku. Setelah goni aku ambil sama ibunya Wita maka aku pun meluncur ke kebun cengkeh ibunya Wita yang bernama Bu Ani.

Sampai di sana aku melihat banyak sekali buah cengkehnya Bu Ani. Cengkehnya Bu Ani ada beberapa pohon yang sedang berbuah. Dengan senang hati dan rasa gembira aku yang suka manjat secepatnya naik ke atas pohon cengkeh yang berbuah lebat. Sambil bernyanyi-nyanyi aku memetik buah cengkeh satu persatu sampai habis yang satu pohon itu barulah aku pindah lagi ke pohon yang lain. Karena pohon cengkeh nya Bu Ani lumayan banyak begitu juga dengan buahnya sangatlah lebat.  Karena lebatnya buah cengkeh itu boronganku tidak bisa aku selesaikan dalam satu kali panen. Berhari-hari aku memanen buah cengkehnya Bu Ani sampai habis. 

Setelah dapat beberapa goni dalam satu hari itu, maka aku pun meminta Wita untuk memanggil ibunya agar segera mengangkat cengkeh itu ke rumahnya. Tiada terasa hari pun sudah mulai sore, ibunya Wita menyuruh aku untuk istirahat dan pulang ke rumah, dan berkata kepadaku agar esok hari sepulang sekolah aku melanjutkan kembali untuk memetik buah cengkehnya. Dengan senang hati aku mengangguk. Sebelum pulang ibunya Wita memberi aku uang sebagai upah memetik cengkehnya. Saat itu hatiku sangat senang luar biasa, sembari ngomong di hati Alhamdulillah ya Allah ada rezeki untuk jajan. Terus aku mengucapkan terimakasih kepada bu Ani. Kemudian aku ijin pamit.

Setelah pamitan aku pulang sambil berlari- lari dan dengan raut waja yang amat senang. Sesampainya di rumah aku mengasih tau orang tuaku, sambil sedikit berteriak, Ayah, Ibu...Alhamdulillah berkat memetik buah cengkehnya bu Ani aku mendapatkan uang jajan. "Alhamdulillah nak"...kata ayah dan ibuku sambil mata berkaca-kaca." Ternyata anak ayah dan ibu sudah bisa mencari uang. Hati-hati ya metik buah cengkeh nya Bu Ani, jangan sampe jatuh " kata ibuku. " Iya Bu..ga papa. Aku akan hati-hati " jawabku. "Besok masih ada yang mau aku ambil Bu. Mungkin satu minggu ini baru siap" timpal ku. " Syukurlah kalau begitu " kata ayah ku. Kemudian aku izin untuk pergi mandi.

Saat itu sumur tempat mandi masih memakai sumur yang ada di mesjid. Aku bergegas mengambil handuk dan segera pergi menuju ke mesjid. Di perjalanan aku membayangkan bahwa besok aku tidak harus berkurung diri lagi di dalam ruang kelas, aku sudah bisa beli jajanan bersama teman-teman ku, karena aku sudah punya uang untuk jajan. Wah bahagianya hati ini bisa jajan bersama dengan teman temanku. " Terima kasih cengkeh engkau telah membuat aku mendapatkan uang untuk jajan. Engkau juga sudah mengajari aku gimana caranya untuk mendapatkan uang'. Rupanya memang susah mencari uang, harus penuh dengan perjuangan, seperti aku memetik cengkehnya Bu Ani. Kalau hujan aku ga bisa naik ke pohon cengkeh sebab pohon cengkeh itu kalau kena air kan agak licin. Apalagi pesan ibu aku kan harus hati-hati. Nah kalau angin kencang aku juga harus hati-hati pegangan supaya tidak jatuh, karena pohon cengkeh itu  bergoyang kian kemari cukup kencang ditiup angin. Mmm...beginilah rupanya mendapatkan uang. Tapi ya harus semangat demi dapatkan uang untuk jajan di sekolah. Berkahnya cengkeh luar biasa bagiku. Beginilah kisah hidupku waktu kecil kawan, gimana kisah kawan-kawan...ada ga yang seperti aku...semoga ga ada ya. Sakit jadi orang ga punya itu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline