Lihat ke Halaman Asli

Elly Suryani

TERVERIFIKASI

Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Hari Perempuan Internasional, Saatnya Perempuan dan Laki-laki Membangun Awareness Bersama

Diperbarui: 10 Maret 2020   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto : Deddy Huang

Samar-samar saya mendengar ucapan Arumi Bachsin saat perayaan Hari Internasional Perempuan yang jatuh tanggal 8 Maret kemarin, " Being a woman's a honnor..". Kalimat yang mungkin sudah sering kita dengar. 

Ucapan itu terasa indah sekali. Menjadi perempuan itu sebuah kehormatan. Meskipun faktanya, banyak perempuan mendapat stigma tidak enak di masyarakat saya kira itu hal yang lain lagi.

Saya kira Arumi sedang mengingatkan para perempuan untuk  menyadari betapa besar peran dirinya dalam kehidupan. Kita dibesarkan dengan jargon indah tentang perempuan. Misalnya, Perempuan itu Ibu Pertiwi. Perempuan itu Ibu Kehidupan. Perempuan itu malaikat dalam keluarga yang kasihnya sepanjang masa.

Faktanya tidak semua perempuan beruntung. Belum semua perempuan mendapat kehormatan seperti di atas. Banyak perempuan yang mendapat stigma tidak mengenakkan dalam masyarakat.  Apa sebab? banyak. 

Saya kira paling pertama adalah belum semua perempuan menghormati dan menyayangi dirinya.

Kedua, sebagian masyarakat menganggap perempuan layak diperlakukan seenaknya, dianggap warga kelas dua karena pola patriakhi yang begitu kental di masyarakat. 

Ketiga, masih terkait yang kedua, tuntutan yang begitu besar, harus menjadi istri dan ibu seolah baik-buruknya anak adalah semata tanggung jawab perempuan, padahal perempuan juga harus keluar rumah mencari nafkah. Kita tahu di dunia  kerja pun perempuan dirugikan. Dikira perempuan itu mahluk super ya, he. 

Keempat, norma dan regulasi terkait perempuan sering malah tidak menguntungkan perempuan. Sebagai contoh RUU Ketahanan Keluarga, dan lain sebagainya. Ini pendapat saya.

Nah kemaren menyambut perayaan Hari Internasional Perempuan (International Women's Day), Kompasianer Palembang (Kompal) bersama Lentera Jiwa dan Sister Circle Indonesia mengadakan acara Diskusi santai sambil Ngerujak membincang manis, asem dan pedasnya stigma perlakuan pada perempuan. Membahas stigma yang diberikan masyarakat pada perempuan dari sisi Hukum dan Kesehatan Jiwa. Acara yang seru .

Seru dan juga cukup bernas bagi saya. Kami di Kompal mulai bosan juga dengan bahasan yang terlalu mengawang-awang, apalagi untuk sekadar jadi ajang demo turun ke jalan. Kami ingin perempuan dan laki-laki duduk bersama membahas apa yang terjadi dengan Perempuan di sekitar kami. Bagaimana kasus-kasus kekerasan pada perempuan, sexsual harassement bahkan sekadar siulan disertai panggilan aneh dan menganggu (cat calling) yang menimbulkan kerugian dan ketidakyamanan pada perempuan. 

Tim sibuk ada Nindy yang selain anggota Kompal juga dari Sister Circle Indonesia. Ada Bikcik Kartika, yang selain anggota kompal juga memiliki latar belakang pedampingan hukum bagi perempuan yang mendapat kasus kekerasan, dibantu mba Echi dari LBH Palembang masih di divisi pendampingan kasus perempuan. Ada mba Diana Putri Arini dari Lentera Jiwa yang juga seorang Psikolog dan dosen. Ada pak Asep Burhanudin dari Komunitas Bela Indonesia. Ada Deddy Huang dan Bimo Rafanda, cowok kece Blogger dan Kompasianer Palembang.  Ada Mas Agus Fatullah, karyawan swasta dan anggota Kompal juga. Ada Faradilla Ainun karyawati sebuah BUMN dan anggota Kompal juga. Ada mba Herlya dari Playdate yang juga anggota Kompal. Ada beberapa mahasiswi dari Unsri, Dwi dan Zafirah. Dan lain sebagainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline