Lihat ke Halaman Asli

[RINDU] Tuhan, Patahkan Tangannya

Diperbarui: 7 September 2016   18:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

🍃

Aku lupa kapan terakhir berdo’a. Mungkin 8 tahun yang lalu ketika usiaku 9 tahun. Waktu itu, ibu mengenalkanmu padaku, ketika sedang rindu-rindunya pada ayah. Kamu mirip sosok ayah yang berkharisma, santai dan penuh kejutan. Kamupun mengajarkanku mencintai diri sendiri, mencintai ibu, dan..mencintaimu.

Ketika ibu meninggal, kamu adalah orang yang selalu ada didekatku. Menghiburku dan menganjurkanku untuk mendo’akan ibu. Kata kamu, Tuhan mendengar do’a orang yang ikhlas, pasrah dan teraniyaya. Maka aku berdo’a. Kamu tak segan menyediakan bahumu ketika aku gamang, sendirian, tak memiliki harapan masa depan.

Aku merasa nyaman, Dan. Aku mulai menyayangimu, karena kamu mirip sosok ayah. Tapi aku lupa caranya berdo’a, Dan. ketika ingat perjuangan ibu yang banting tulang mencukupi kebutuhan setelah kematian ayah, penderitaannya, tetes keringatnya, darahnya..,

Aku menangis sejadinya di bahumu. Kamu berhasil mengusap airmataku, membelai rambutku, menepuk pundakku, mengusap punggungku, mengelus dadaku, mulai mencumbuku,..dan..hiks. Seharusnya tidak sejauh itu bukaaan? Kamu ayah tiriku, Dan.

Aku berontak, tapi kamu makin menggila. Katamu, ibu tak pernah bersedia ketika dibutuhkan, lalu kamu berani membawa perempuan lain. Kemudian pertengkaran kamu dan ibu terjadi.

Sekarang kamu melampiaskannya padaku sampai aku remaja.

Aku merasa tersiksa, tersakiti dan teraniyaya, maka aku berdo’a:
Tuhan, tak ada yang lebih tulus selain cinta ibu. Bahagiakan ibu, Tuhan..dan patahkan tangan orang yang membunuhnya.

Setelah itu, aku tak pernah berdo’a. Aku marah. Aku tak pernah percaya lagi padamu,Dan. Aku membencimu, aku membenci diriku sendiri. Bagiku, cinta yang menyamar kenyamanan adalah bullshit.

Sekarang laki-laki lain mengantar cinta untukku. Dia masih dalam rahimku. Usianya tujuh bulan. Dia seharusnya memanggilmu kakek, bukan ayah. Aku akan membesarkannya sendirian, sepenuh hati. Dengan cinta tulus seorang ibu walaupun usiaku belum genap 18 tahun. Kehadirannya mengingatkanku untuk berdo’a yang baik-baik saja.

Hmm..aku rindu ibu, ayah, dan calon bayiku.
Aku rindu berdo’a pada Tuhan, karena terakhir kali aku berdo’a, Dia mengabulkannya.

Dani, sekarang tanganmu patah bukan?

**

🍃

*ini hanya fiksi, jika ada kesamaan nama tokoh atau cerita, mohon maaf 😊

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline