Lihat ke Halaman Asli

Lilik Fatimah Azzahra

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Puisi | September Dalam Semangkuk Rindu

Diperbarui: 6 September 2019   02:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:pinterest.com

Tak ada salju di sini, kau tahu itu. Aku hanya punya segenggam hujan yang aku peram bersama semangkuk rindu.

Angin September baru saja tiba. Mencium pipiku yang cekung. Terlalu banyak menangis, katanya. Biarlah. Airmata yang berjumpalitan ini paling tidak telah meringankan tugas gerimis yang harus selalu membacakan sajak-sajak liris di sepanjang pergantian musim.

Seharusnya, awal September ini aku sudah memulai menanam pohon-pohon murbey di kepala. Agar saat hujan datang aku bisa berteduh di bawah rerimbun dedaunannya. Sembari menatap kenangan yang menari-nari, tentangmu. Ada senyummu berhamburan di situ. Lalu aku akan menjumputi hujan satu persatu dan seperti biasa aku lantas memeramnya di dalam semangkuk rindu.

Tapi September ini aku enggan melakukannya. Aku memilih menanam putus asa di kepala. Aku tidak lagi menunggumu pulang!

Semangkuk rindu belum habis kutenggak ketika angin September kembali mencium pipiku yang cekung. Terlalu sedikit bersyukur, katanya. Aku tertawa. Sebab tiba-tiba aku melihat hujan bertelanjang dada menari-nari di pelataran--bersamamu, yang hanya mengenakan celana chaky.

Kembali aku harus mengulang dari awal. Berteduh di bawah rerimbun daun murbey. Menatap kenangan. Menunggumu pulang.

***

Malang, 06 September 2019

Lilik Fatimah Azzahra




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline