Lihat ke Halaman Asli

Reward and Punishment ASN

Diperbarui: 26 Agustus 2019   08:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

MELAYANI tampaknya menjadi satu kata yang sangat asing dalam sistem birokrasi di negeri ini. Padahal, melayani menjadi salah satu determinan penting agar birokrasi dapat melakukan fungsinya mengayomi dan mengabdi pada masyarakat secara optimal. Mental melayani yang dimiliki aparatur sipil negara (ASN) sebagai subjek birokrasi sudah tumpul terlalu lama. Yang menjamur justeru mental-mental bangsawan yang maunya dilayani dan dihormati. Padahal semestinya mereka ini bertindak layaknya hamba sahaya yang kerjanya melayani.

Inovasi dan kreativitas pelayanan publik tidak berkembang karena para pelaku utamanya justru kerap memposisikan diri sebagai pihak yang ingin dilayani. Ironisnya, paradigma salah kaprah itu sudah mengakar puluhan tahun. Menjadi ASN seolah hanya untuk urusan status sosial lebih tinggi di lingkungan masyarakat. Berlomba-lomba masuk ASN hanya sebatas mencari zona aman dan kepastian jaminan hidup dari pemerintah. Tak peduli soal kinerja dan pernak-pernik di dalamnya. Mereka lupa bahwa sejatinya tugas utama ASN adalah sebagai pelayan masyarakat alias melayani. Bukan malah sebaliknya.

Karena itu, pemerintah harus mengubah mental ASN kita dari ingin dilayani menjadi melayani dan mengabdi. Untuk itu, mereka dituntut kreatif, inovatif, dan disiplin. Karena barometer prestasi mereka ialah ketika mampu menjalankan pelayanan publik dengan optimal dan efisien. Karena itu, penulis berharap di kekuasaannya yang ke dua kali, Presiden Joko Widodo, tentunya melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara yang baru nanti  bisa menerapkan sistem reward and punishment terhadap ASN. Dengan kata lain, pendapatan ASN tidak hanya berbeda karena dasar golongan, tapi coba juga berlakukan berdasar kinerja dan prestasi mereka dalam melayani kepentingan publik. Penghargaan dan penghasilan ASN yang berprestasi dengan yang cuma memenuhi daftar absensi semata harus dibedakan. 

Banyak manfaat jika hal ini dibuat regulasinya. Diantaranya tentu akan tercipta daya saing diantara ASN untuk mendapatkan pendapatan lebih. Jika ini sudah tercipta, tidak mustahil bangsa ini akan memiliki aparatur berkualitas, profesional, disiplin dan tentunya sejahtera.

Penulis punya keyakinan, diantara pandangan masyarakat tentang citra dan kinerja ASN yang boleh dikatakan buruk, rasanya tak sedikit pula yang masih mempunyai karakter kuat, jujur, etos kerja tinggi, dan berakal sehat. Nah, aparatur seperti ini bisa dijadikan acuan untuk merangsang aparatur lain yang berkarakter malas, curang, dan bahkan cenderung koruptif. Dari  sinilah segala kreativitas pelayanan dapat ditumbuhkan. Sistem reward and punishment akan membuat benih yang bagus berkembang kian bagus, juga mengikis benalu yang selama ini hanya bisa membuat masyatakat menangis pilu.

Konsep reward and punishment yang pas untuk ASN memang sejatinya segera diterapkan oleh pemerintahan Jokowi. Karena memang bagaimanapun negara ini harus mulai memaksa diri untuk berpikir dan bertindak efisien. Menciptakan birokrasi bersih dan memiliki pola pikir yang gigih dan visioner atau tanggap akan segala dinamika yang berkembang. Jika terus ditunda-tunda, selama itu pula mental-mental buruk para ASN akan terus menguasai birokrasi dan mengubur kreativitas.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline