Lihat ke Halaman Asli

Efrem Siregar

TERVERIFIKASI

Tu es magique

Matinya Tubuh dan Cinta Kekasihku (Bagian 1)

Diperbarui: 19 Maret 2021   06:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pertengkaran pasangan. (Gambar: Jose R. Cabello/Pixabay)

Jatuh cinta itu menerangi hati dan menggelapkan mata. Tak seorang pun di dunia tahu persis kapan cinta akan mati dalam sanubari.

Biar dua insan manusia jatuh cinta, lalu berpisah dan mengucapkan selamat tinggal, pasti dalam waktu tak terduga satu di antaranya merasakan kembali bekas-bekas kenangan yang menebar. Tak ada cinta benar-benar hilang.

Derasnya guncangan cinta itu dialami Abdi, pedagang kain di Pasar Tanah Abang. Penjualannya laris manis, penghasilannya lebih dari cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari dirinya, orangtua dan kekasihnya.

Ia menjual kain jenis premium yang punya nilai tambah dari jenis kain lainnya. Tetapi sebab-sebab keuntungan yang diperoleh lebih dari itu, yang menjadi daya tarik dari usahanya adalah pelayanan.

Pelanggan mudah terpincut untuk membeli kain dari tokonya meski tak benar-benar butuh. Mungkin karena ada rasa sungkan atau alasan-alasan tersembunyi di luar pakem hukum pasar seperti pembeli hanya ingin memberikan balasan setimpal atas senyum sapa dan keramahan penjaga toko.

Si penjaga toko itu bernama Tika, gadis muda berusia 22 tahun. Paras manis melekat di wajah ovalnya. Ia bekerja dengan Abdi selama dua tahun sejak usaha itu berdiri. Oleh pedagang setempat, Tika kerap dipanggil Nina karena wajahnya mengingatkan orang pada artis Nina Zatulini.

Dua bola mata terpancar secara malu-malu. Vokal suara Tika merambat dengan kesan berat dan tenang. Dari wajahnya, senyum akan melekuk tiap detik menyambut siapapun yang berinteraksi dengan dirinya.

Berkat ketelatenan Tika menyapa pelanggan, tiap hari, ia mampu membantu Abdi mengumpulkan pendapatan bersih rata-rata Rp4 juta hasil dari penjualan kain.

Tetapi demikian, upah bulanan Tika secukupnya mepet dengan UMR. Jika ingin beroleh upah lebih besar, ia mesti rajin menjual kain di toko online dan bersabar menanti rezeki dari pembeli-pembeli besar.

Soal upah ini memang menjadi pikiran Tika. Karena rutin mengirim uang ke kampung halaman, ia mesti berhemat mengeluarkan belanja sehari-hari supaya tak tekor hidup di Jakarta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline