Lihat ke Halaman Asli

Efi anggriani

Wiraswasta

Kita Bertemu di Restorasi Kereta Itu

Diperbarui: 21 Oktober 2019   13:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Kupesan satu nasi goreng di restorasi itu, lalu duduk menatap jendela kereta, kudengar ayunan serta suara khasnya. Lalu meneguk es teh pesananku. Suara familiar samar-samar terdengar dan kupikir delusiku, seseorang yang pernah hilang dan meninggalkanku demi ambisimu, cukup mengenalnya sebagai penggantiku.

Nasi goreng kuaduk tanpa selera makanku. Suara pertengkaran suami istri di restorasi itu, entah apapun itu sebuah pertengkaran, saat seorang wanita bergegas menyusul suaminya di tempat itu.

Aku tidak menoleh sedikitpun, aku tahu pasti  itu kamu, aku yakin itu suaramu dan menyedihkan mendengar kalian bertengkar, kamu dan istrimu, bekas sahabat baikku, kamu dan istrimu dengan nama hebat yang pernah kudengar.

Kuaduk-aduk nasi gorengku hingga tak berbentuk. Hanya kerupuk yang masuk di mulutku. Membelakangimu, sementara kata-kata kalian berjibaku, di ruangan dengan deru kereta melaju.

Kamu ingin tahu satu hal yang ingin kulakukan? Menangisi nasibmu, bukan karena kehilanganmu, tidak lagi penting bagiku, karena hidupku sudah melaju mirip gerbong-gerbong yang berpacu di relnya, kadang berbelok kadang menukik belokannya sedikit tetapi tetap pada tempatnya, lurus melaju menuju stasiun yang kutuju. Jadi begitu? Kalian tidak berbahagia? Nampak jelas arogansi pada suaramu dan suara tertekan pada istrimu. Menyedihkan mendengarmu seperti ini, ini bukan kamu .

Waktu berlalu begitu lama. Kalian belum pergi juga, aku tidak tahu caranya pergi dari tempat itu tanpa kalian tahu. Aku ingin segera pergi dari tempat itu, tempat aku mendengar suara isakan lirih diantara derit border kereta. Terpaksa kuhabiskan nasi goreng yang sama sekali tidak enak, karena selera makanku sama lenyapnya.

Aku berdiri dan membayar makananku dengan tertunduk dan melirik ke arah pasangan itu, istrimu yang menghadap ke arahku, yang sama sekali tidak mengenaliku. Waktu mengubah wajah dan tubuh kita bukan?

Aku bukan lagi gadis ramping berambut panjang dan manis. Aku seorang ibu dengan topi di kepalaku dan tubuh tambun obesitasku, kalian tidak mengenali dan aku tidak ingin menyapa kalian. Ini bukan tentang apa-apa, ini adalah tentang menutup buku lama dan persahabatanku yang retak beberapa dasawarsa lalu.

Sepertinya apa yang ingin kuharapkan dari kalian tidak terwujud. Kebahagiaan itu hanya topeng di antara foto-foto kemesraan kalian. Dan aku bukan menguping namun tanpa sengaja mendengarnya, apakah kamu akan meninggalkan wanita itu, sama seperti saat meninggalkanku? Sama sekali bukan urusanku. Tetapi satu yang kutahu. Aku bersyukur tidak menjadi istrimu, pria oportunis sejati.

Aku duduk kembali ke kursiku, sesuatu yang hilang, kalian duduk di kursi kalian dengan muka yang tidak bisa kugambarkan. Jadi ini hari terakhir kalian sebelum wanita lain itu merenggutnya begitu rupa.

Aku tidak bisa berkata-kata, bahkan ketika berita tentang kemesraan kalian ada di media sosial yang tanpa sengaja kubuka. Hidupmu palsu bukan?Seperti janjimu? Setidaknya aku tahu kemana tujuanku dan mimpiku tanpa kamu. Lalu dia kamu singkirkan begitu rupa? Setelah semuanya? Aku tak mengenalimu lagi sejatinya. Sedih jadinya.

Cerita imajinasi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline