Lihat ke Halaman Asli

Edy Karim

Pemerintahan Yang Kuat Butuh Pengawasan Yang Sehat

Para Tersangka/Terdakwa Juga Rakyat yang Mendambakan Penegakan Hukum yang Berkeadilan dan Transparan

Diperbarui: 30 Juli 2021   06:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PARA TERSANGKA/TERDAKWA JUGA RAKYAT YANG MENDAMBAKAN 

PENEGAKAN HUKUM YANG BERKEADILAN DAN TRANSPARAN

Tulisan ini merupakan ulasan atas putusan pengadilan serta tindakan SP3 yang menimbulkan kontroversi. Penanganan perkara yang bergulir dengan semangat untuk memenjarakan, namun kandas ditengah jalan atau berujung dengan putusan bebas atau lepas dari pemidanaan. Perkara yang divonis lepas karena bukan perkara pidana korupsi walaupun mengandung unsur kerugian keuangan negara, dihadapi kesulitan melakukan pemulihan/penyelamatan keuangan atau aset negara tersebut untuk dimanfaatkan kembali dalam mendukung pembiayaan pembangunan nasional karena terlanjur selesai di pengadilan.

Penegakan hukum tidak lepas dari kegiatan pengawasan dan pengenaan sanksi. Pengawasan dimaksud bagian hulu dari proses peradilan atau penegakan hukum. Jika terbukti ada penyimpangan, dilanjutkan dengan pengenaan sanksi bilamana ketentuan mengharuskan. Pengawasan yang dimaksudkan disini untuk mendapat kepastian sejak awal ada atau tidaknya penyimpangan sebelum dilanjutkan ke tahap penegakan hukum  melalui proses pengadilan (pro justicia)

Penyimpangan yang dijumpai dari hasil pengawasan menunjukkan beberapa kemungkinan :

  • Penyimpangan yang berindikasikan pidana korupsi, atau
  • Penyimpangan administrasi dengan atau tanpa kerugian negara, dan/atau
  • Penyimpangan dari perjanjian (perdata). Dapat berkaitan dengan business judgment rule dengan atau tanpa kerugian badan hukum yang bersangkutan.

Sanksi yang dibebankan kepada pelaku pidana korupsi yaitu pidana penjara dan/atau denda dengan atau tanpa pidana tambahan. Sebelum menggiring kasus penyimpangan ke tahapan penyidikan sampai berlanjut pada pengenaan sanksi pidana korupsi, seharusnya terlebih dahulu ada koordinasi Aparat Penegak Hukum dengan BPKP atau Aparat Pengawasan Intern Pemrintah. Hukum positif yang mengatur mekanisme tersebut tertuang dalam UU no 23 tahun 2014 dan UU no 30 tahun 2014 serta aturan pelaksanaannya. Koordinasi dimaksudkan untuk dibahas  bersama kemungkinan kasus tersebut masuk ranah pidana, administrasi maupun perdata. 

Selain KPK, tidak ketinggalan juga Kejaksaan gencar menggiring banyak kasus ke pengadilan TIPIKOR untuk mendapat sanksi pidana korupsi kepada terdakwa. Namun ternyata tidak semua kasus yang digiring ke pengadilan terbukti adanya tindak pidana korupsi. Mahkamah Agung memvonis bebas Dahlan Iskan, memvonis lepas Syafruddin Arsyad Temenggung, memvonis bebas Sofyan Basir, memvonis lepas Karen Agustiawan dan yang lainnya. Sebaliknya ketika BPK menyampaikan kepada KPK hasil audit investigasi terhadap RS Sumber Waras, KPK tidak menindaklanjutinya. Walaupun hasil audit BPK  menunjukkan kerugian keuangan negara namun belum ada pidana korupsinya. Bagaimana dengan nasib RJ Lino dalam dugaan korupsi proyek pengadaan tiga Quay Container Crane di PT Pelindo II.  Wlaupun  sudah ada hasil perhitungan kerugian negara dari BPK, namun  penentuan mens rea ada pada pihak aparat penegak hukum (nasional.tempo.com tanggal 26 Maret 2021)  

Selain vonis lepas dan bebas di pengadilan, berapa banyak lagi penghentian penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Kejaksaan. Data ini tidak terpublikasikan oleh Kejaksaan sebagaimana dikeluhkan dalam mass media : Jika tidak dicecar pers, Kejaksaan selalu berusaha menutup-nutupi langkah SP3 yang mereka ambil (Hukum Online). Kebanyakan SP3 dikeluarkan karena tidak cukup bukti, secara implisit juga tidak cukup bukti yang meyakinkan bahwa tersangka melakukan tindak pidana korupsi : :...."Empat kasus dihentikan karena tidak cukup bukti untuk dilanjutkan ke penuntutan, dan satu kasus lagi karena tidak ditemukan unsur pidana ," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi di Jakarta, Kamis. Ada SP3 yang dikeluarkan ternyata tidak ada unsur pidana yang semestinya sudah bisa ditentukan sebelum dilakukan penyidikan.

Semua pihak mengetahui hal tersebut,  termasuk auditor tidak terbatas di kalangan ahli hukum. Sesuai pasal 106 UU No 8 tahun 1981 (KUHAP) disebutkan “penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang  diperlukan. Penyidikan segera dilakukan bila mengetahui terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana. Sedangkan ada atau  tidak peristiwa pidana ditentukan terlebih dahulu dengan penyelidikan. Sesuai pasal 1 angka 5 KUHAP dinyatakan bahwa  “serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.

Dalam press release, capaian kinerja Kejaksaan tahun 2019 bidang tindak pidana khusus dikemukakan bahwa Laporan Pengaduan Masyarakat sebanyak 2289 laporan, penyelidikan dengan jumlah perkara penyelidikan sebanyak 1089, penyidikan dengan jumlah perkara penyidikan sebanyak 570. Tidak diberikan informasi lebih lanjut berapa yang sudah diserahkan dan diputus pengadilan, berapa yang di SP3 dan SKP2.

Semoga kondisi ini mendapat perhatian serius oleh Jaksa Agung  Bapak Dr. H. Sanitiar Burhanuddin S.H., M.H, Kapolri Bapak Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo M.Si.  serta Ketua  KPK Bapak Komjen Polisi Firli Bahuri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline