Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Nanang

Nama Pena Edogawa Homeru

Kata Hati

Diperbarui: 28 Mei 2020   13:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Untuk sepersekian detik, tak ada bintang yang mendekat. Aku menyusuri lorong gelap yang tak berujung. Berharap sesosok cahaya menemuiku. Dalam pekatnya kehampaan aku tersadar bahwa tak ada jalan lain. Tak tahu arah dan tak punya tujuan. Pikirku bejalan kedepan, namun yang kurasa aku berjalan mundur.

Mungkin pada akhirnya orang akan mengejekku sambil berkata "Orang bodoh, berjalan dalam gelap mana tahu jalan" namun akubtetap terdiam dalam kehampaan. Walau pikiranku tak mau diam dan selalu memberontak bahwa jalan yang kulalui adalah jalan yang salah.  Membuka mata lebar-lebar. Atau menutupnya rapat-rapat tak ada bedanya. Gemuruh cacian terus berngiang d telinga, bak petir yang meledak-ledak. Selalu memberisiki telingaku, sampai-sampai aku berharap tak bisa mendengarkan mereka.  Namun tak bisa. Suara itu terus memenuhi kepalaku dalam kehampaan. Dalam gelap yang mencekam, dalam angan. Hingga seperti tiada henti.

Aku terus berjalan tanpa mengigohkan mereka. Kepalaku yang semakin pening dan mata yang tak berbeda antara melek dan merem. Membuatku semakin pusing hingga tiba-tiba aku seperti mendengar panggilan. "Majulah terus nak" namun yang kurasa aku berjalan mundur. Dia bilang lagi"majulah nak" apa aku benar-benar mundur? Sampainia mengulanginya dua kali. Aku semakin pusing dan akhirnya terjatuh. Aku berusaha merangkak meraih yang bisa kuraih. Namun tak ada. Hingga terlihat cahaya kecil dihadapanku. Semakin lama semakin membesar dan menyilaukan mata,dan yang ku tahu. Aku sudah di tempat lain.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline