Lihat ke Halaman Asli

Cacar Monyet, Warning Terbaru WHO

Diperbarui: 9 September 2022   08:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Cacar Monyet

Pembaca yang budiman, sebangsa dan setanah air ...

Belum dingin dan mereda isu pandemi Covid Nineteen (Covid-19), bergulirlah yang paling update, Cacar Monyet, yang dalam istilah kerennya adalah monkeypox. Sebelumnya, menggelinding pula angin warta tentang Hepatitis Misterius, PenyaKit Kuku dan Mulut (PKM) dari hewan ternak sapi dan sebangsanya menjelang masyarakat kita yang sedang menyambut Hari Raya Korban, dengan tradisinya menyembelih ternak sapi dan kambing . Itupun belum dingin dan reda, alias masih menjadi bayang-bayang yang sifatnya warning, kalau tidak diperkenankan disebut sebagai menakut-nakuti

Lugas saja, apalagi yang hendak disuarakan WHO sebagai badan kesehatan Dunia, yang selalu menciptakan paranoid kepada masyarakat Dunia, tak terkecuali terhadap masyarakat kebanyakan di negeri Indonesia_Nusantara ini? Tidak adakah informasi lain yang menyejukkan bagi masyarakat kebanyakan? Hal inilah yang patut ditandaskan, agar paranoid bagi masyarakat kebanyakan, tak lagi menghampiri alam pikirannya, yang pasti akan melahirkan kekalutan dan kegaduhan dalam bersikap. 

Sebagai anak bangsa yang telah terlanjur cinta pada bangsa dan negeri ini, informasi semacam itu dari WHO, seharusnya dikelola secara bijak oleh pegiat pengembang informasi dengan mengedepankan aspek keilmuan yang bermuara pada objektivitas yang bernama ilmu, yang didahului oleh metodologi, sistematika, dan analitika. Itulah variable dari suatu hal yang bila mau dibilang ilmiah dan dalam menunjukkan sebuah sikap ilmiah, manakala berhadapan dengan fenomena apapun yang menggejala di tengah-tengah masyarakat kita khususnya.

"Katakanlah terus terang, walau itu pahit sekalipun", boleh jadi, prinsip filosofis itulah yang masih menjadi pegangan saya sebagai anak bangsa. Artinya, saya wajib menyampaikan apa adanya, tanpa tedeng aling-aling, bahwa sejak negeri ini menyambut penetapan Darurat Kesehatan akibat isu pandemi Covid-19 pada 31 Maret 2020, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Perpres dan Inpres 01 April 2020, tentang pandemi Covid-19, berhiaskan mulai dari Prokes, Lockdown, PSBB, PPKM, dan sebagainya, maka perlu saya sampaikan di ruang ini, bahwa saya beserta keluarga batih saya (istri dan dua anak), benar-benar mengabaikan perihal itu. Bukan karena apa dan serta merta pula kenapa saya bersikap yang demikian itu. Bagi saya, Imunitas adalah berbanding lurus dengan kekuatan pikiran. Lebih-lebih bila kita sadar dengan diri kita manusia sebagai ciptaan Tuhan, dan Tuhan telah menciptakan manusia dengan teknologi rancang bangun yang super canggih dan maha sempurna dalam prinsip-prinsip penuh keseimbangan atas ciptaan-Nya, salah satunya adalah kita manusia. Mengapa kita jadi ragu dan meyepelekan kemampuan Tuhan dengan teknologi-Nya?

Singkat kata, hingga saat ini, saya beserta keluarga batih saya, tidak ada masalah apa-apa setelah melewati 2 tahun penetapan pandemi Covid-19 yang begitu menghebohkan dalam sejarah terkini, tanpa harus menuruti prokes, maupun vaksinasi yang digaunggemakan oleh yang berwenang. Maaf, dan itulah fakta realitanya.

Sekedar tambahan informasi, kedua anak saya semasa balita: tanpa imunisasi sama sekali. Dan, saat ini, kedua anak saya yang sudah menginjak dewasa, tumbuh berkembang sehat secara alamiah. Yang pertama, anak lelaki saya, kelahiran 2001, saat ini sedang menyelesaikan sarjananya di perguruan tinggi negeri. Yang kedua, perempuan, kelahiran 2005, memasuki semester III, juga di perguruan tinggi negeri. 

Dalam hal kesehatan, saya adalah pengagung konsep Back to Nature, kembali ke Alam, apa kata Tuhan dengan ajaran-Nya. Semasa bayi, kedua anak saya, wajib ASI dua tahun, hindari susu kaleng. Memasuki masa menerima asupan makanan pasca 2 tahun atau menjelang 2 tahun, wajib bikin makanan sendiri untuk diasupkan, hindari makanan kemasan yang sarat dengan zat pengawet, dan lainnya yang dapat mengganggu metabolisme dalam pencernakan. 

Lagi, pada November 2020, sang istri terdeteksi dari hasil laboratorium medis, terserang Peneumonia, dimana oleh kalangan  medis saat itu dihembuskan sebagai cikal bakal dari Covid Nineteen. Saya tidak terpengaruh sama sekali dengan hembusan tersebut. Singkat cerita, sang istri, saya "dokteri" sendiri, No - RS. Selama satu setengah bulan, saya terapi sendiri, dengan memohon izin kepada Tuhan,  mendayagunakan empon-empon dan rempah-rempah, Bekicot, dan minyak ikan Gabus, selesai. Kembali sehat seperti sedia kala dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari seperti sedia kala tanpa masalah apa-apa pasca mendera Pneumonia tersebut, hingga saat ini ... 

Masih banyak pengalaman berkesehatan mandiri dalam konsep Back to Naturetanpa harus terlalu Medical Mindeddengan mendayagunakan variable dari Alam ciptaan Tuhan sebagai fasilitas yang disediakan Tuhan bagi manusia, yang tak bisa saya sebutkan satu persatu di sini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline