Lihat ke Halaman Asli

Dwi Elyono

Penerjemah

Kartolo Cs, "Ngglethek", Bungkus

Diperbarui: 2 Februari 2022   01:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lagi judeg, muter "One of Us" nya ABBA. Kemudian ketemu tulisan Mas Achmad Saifullah Syahid, pengajar IAIBAFA Tambakberas Jombang, yang berjudul "Belajar Hidup "Ngglethek" dari Kartolo Cs". Mas Achmad mengungkapkan bahwa di balik kelucuan dan kesederhanaan Kartolo Cs, yang bisa membahagiakan orang se Jawa Timur itu, ada filosofi "ngglethek" yang membuat orang 'mlethek' bahwa 'jebule awak dewe kabeh iki mung ngene iki'. Betapapun tinggi pangkat kita, betapapun besar kekuasaan kita, betapapun 'mbegedut sogeh' kita, betatapapun 'nggilap' wajah kita, pada akhirnya semua itu hanya menjadi bungkus. 'Awak dewe kabeh iki mung ngene iki'.

Analisis mas Achmad tentang gaya hidup 'ngglethek' Kartolo Cs membuat saya teringat Robert Frost dan puisi-puisinya, khususnya "Nothing Gold Can Stay". Robert Frost (1874-1963) adalah salah satu penyair besar Amerika, dan dunia. Dia hidup pada masa di mana alam yang tentram mulai dikotori mesin-mesin industri. Puisi-puisinya mencerminkan kecintaannya yang ajeg pada alam, dan kemuakannya pada pabrik-pabrik yang mulai menggilas kehidupan.

Berikut puisi "Nothing Gold Can Stay".

Nothing Gold Can Stay

Nature's first green is gold,

Her hardest hue to hold.

Her early leaf's a flower;

But only so an hour.

Then leaf subsides to leaf.

So Eden sank to grief,

So dawn goes down to day.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline