Lihat ke Halaman Asli

Ign Joko Dwiatmoko

TERVERIFIKASI

Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Ibu adalah Guru Kehidupan

Diperbarui: 4 Desember 2020   12:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

cnnIndonesia.com

"Kamu dilahirkan dengan posisi miring, Joko"

Kata Ibu,  saat menceritakan proses kelahiranku. Entah mengapa mungkin hanya dukun yang tahu, aku jadi membayangkan betapa perjuangan berat harus dilalui seorang ibu untuk melahirkan anaknya. Aku lahir normal di saat hari telah gelap sekitar jam 8 malam. Saat itu tidak ada penerangan mewah kecuali teplok dan petromak. Listrik benar - benar belum ada.

Melewati Jalan Berliku kuncinya " Sumonggo Kerso"

Ibu tidak melahirkan di rumah sakit, tapi mengundang dukun beranak. Peralatannya tidak sebagus bidan atau dokter malah, hanya bilah bambu yang ditipiskan untuk memotong ari - ari. Dalam keadaan normal pasti perih sekali, karena tidak ada bius untuk mengurangi rasa sakit. Di waktu itu kakakku yang beda dua tahun dengan saya masih belum bisa berjalan karena sewaktu masih kecil, ketika ia tengah belajar berjalan jatuh dari jendela rumah. 

Rumah saya tergolong besar untuk ukuran desa, jendelanya juga tinggi, jadi bisa dibayangkan bayi sekitar 9 bulan jatuh ke dari jendela saat usahanya merambat.  Ibu tengah mengajar dan hanya dititipkan kepada nenek. Ketika nenek lengah kakakku jatuh dari kamar dan mungkin mengalami benturan keras hingga akhirnya setelah besar ia mengalami kemunduran otak, Sampai usia 21 tahun dirawat dengan kasih sayang penuh ole ayah dan ibu saya di antara kesibukan mengajar. 

Perlu di ketahui Bapak dan Ibu adalah PNS. Ketika mengajar kakak saya dikunci di sebuah kamar di dekat dapur. Ia tidak bisa mandi sendiri, tidak bisa buang air sendiri. Yang membersihkan kotorannya adalah ayah dan ibu. Umur 21 kemudian dititipkan ke panti asuhan di Malang Jawa Tmur untuk anak disabel atau berkebutuhan khusus sampai meninggal di usianya yang ke 40 tahun.

Perjalanan hidup penuh liku, perjuangan untuk melepaskan dari kesedihan demi kesedihan membuat ibu saya sering panik, anaknya sakit sedikit, panik. Akhirnya ibu  cenderung protektif dan selalu khawatir bila anaknya sakit. Lebih sedih lagi ketika adik saya akhirnya meninggal karena ada semacam infeksi jantung waktu dilahirkan. Bayi sempat dibawa ke rumah sakit di Yogyakarta tapi akhirnya meninggal karena jantungnya terlalu lemah. 

Orang - orang tidak tahu bahwa ibuku membawa bayi yang sudah meninggal hanya dengan keranjang. Bayi mungil terbujur kaku, tanpa ambulan. Naik bis sekitar 45 kilo dan harus menunggu kendaraan dari jalan besar Jogja Magelang menuju rumah ibu yang berada sekitar 30 kilo dari puncak Merapi.

Perjuangan selama 9 bulan pupus sudah, adik  meninggal karena belum ada peralatan medis yang bagus untuk membantu menutup katub jantungnya yang bocor. Ketika aku membayangkan perjuangan ibu tidak terasa mata ini berkaca- kaca, cuping hidung saya berdenyut dan bibir bergetar. Kalau perempuan  pasti sudah menangis mengingat perjuangan seorang ibu.

Ibu, belajar banyak dari kesedihan demi kesedihan dan ketika besar aku merasakan betapa ia terus mengomel ketika aku lupa makan atau kehujanan.  Bagaimana sih perasaan seorang ibu terhadap anaknya. Terutama ketika kehidupan mengajarkan untuk akhirnya cuek bebek menyikapi keadaan.

 Ibu  tidak pernah memaksaku untuk belajar. Semua mengalir, Ia bahkan jarang memberi pengajaran teori dan pengetahuan, padahal ibu saya seorang guru SD. Ia menjadi pengajar kepada orang lain, sedangkan kepada anak -- anaknya ia hanya bertindak sebagai pengingat dan terus membandangkan omelan jika saya dan adik saya tidak serius belajar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline