Lihat ke Halaman Asli

dwi apriyanto

Mencoba mencari pencerahan untuk melengkapi hidup

Donat Gula Halus

Diperbarui: 18 Juli 2019   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku sangat menyukai donat gula halus harganya yang murah dan rasa manis yang hanya dihasilkan oleh gula membuat makanan ini menjadi jajanan favoritku sejak kecil hingga dewasa. Ibu Nani adalah tetangga terdekat rumah yang berdagang beraneka ragam kue dan jajanan lainnya setiap pagi. Aku adalah salah satu pelanggan setia dirinya. Suami Ibu Nani adalah seorang tukang jahit tas dan juga berbagai pakaian yang bekerja di rumah sendiri, penghasilannya yang kurang sebagai tukang jahitlah yang memaksa ibu Nani harus berjualan untuk bisa membantu suaminya membiayai sekolah ketiga anaknya.

Setiap pagi sewaktu hari sekolah atau hari libur aku selalu mendatangi lapak dagangannya yang berada di sebelah kiri jalan raya. Setiap pagi anak yang paling kecil akan selalu membantunya. Diah nama anak itu, manis, putih, ceria dan sederhana seperti donat gula halus, hanya saja ia tidak berbentuk lingkaran dengan lubang ditengah

"Mas Budi" Sapaan Diah padaku di setiap pagi saat aku mendekati lapak dagang ibunya.

"iya..." Hanya itu sapaan balasan ku di setiap pagi untuknya.

"Masnya mau apa ?" begitu cara ibu Nani menyapa ku di setiap pagi.

"Donat yang pakai gula halus bu 4" dan begitulah cara ku membalas ibu Nani.

Aku memilih sendiri donat-donat yang akan aku beli lalu aku menyerahkan kepada ibu Nani yang kemudian dia masukan kedalam sebuah toples astor yang sudah berisi gula halus, Diah kemudian mengocok toples itu sampai donat-donat yang ada di dalam menjadi putih tertutupi oleh gula. Begitu selesai Diah akan menyerahkan kembali toples itu kepada ibu Nani untuk dimasukan ke dalam plastik, dan aku akan memberikan uang untuk membayar donat-donat gula halus itu.

***

Suatu ketika di minggu pagi. Aku sudah terjaga namun masih belum keluar kamar. Ku dengar seseorang sudah bertamu dan berbicara dengan ibuku, pembicaraan itu disertai isak tangis. Aku mengenali suara isak tangis itu namun tak ku putuskan untuk menguping toh juga aku akan bertanya kepada ibuku. Tepat pukul 7 pagi suara salam terdengar, sang tamu telah pergi dan menyelesaikan urusannya.

"Siapa Ma ?" ujarku seraya keluar dari kamarku, "mama" adalah panggilan untuk ibuku di dalam keluarga, para tetangga lebih sering memanggilnya dengan "bude" suatu nama panggilan untuk wanita yang sudah tua dari jawa.

"Ibu Nani de" balasnya seraya merapihkan gelas dan botol.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline