Lihat ke Halaman Asli

Puing-puing Hati

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kau tahu, sudah serapuh apa hatiku ini?

Kau tahu, ia sudah tidak bisa kurapikan sendiri. Ia sudah terlalu berantakan.

Kau tahu, seseorang sudah merusaknya hingga menjadi puing-puing yang tak berarti.

Ketika hanya dia satu-satunya yang kupercaya, tak ada pilihan lain selain memberikan sepenuhnya hati ini padanya.

Karena yang kuinginkan hanyalah memberikan seluruh hatiku untuk dijaga.

Tapi, dia tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik. Dia tidak bisa memenuhi janjinya untuk menjaga seluruh hatiku. Untuk menjadikanku satu-satunya dalam hatinya.

Dia menjatuhkanku, memecahkan hatiku, dan meninggalkannya begitu saja tanpa berniat untuk menyusun kembali puing-puing yang sudah berceceran tak berarti.

Kau hadir ibarat pelangi yang datang setelah badai berakhir.

Kau datang dan berusaha menyusun kembali puing-puing hatiku yang telah hancur.

Kau merapikannya perlahan dan merekatkan pecahan yang satu dengan yang lainnya.

Setelah hatiku kembali utuh, kau meminta izin untuk menjaganya. Kau meminta izin untuk sekadar menguatkan rekatan itu agar tidak kembali retak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline