Lihat ke Halaman Asli

Dudun Parwanto

Penulis, Traveler

Guwat Pembawa Pesan Kematian

Diperbarui: 24 Mei 2018   14:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

Di Solo ada pemuda lajang, namanya Guwat. Di Jawa nama Guwar bisa diartikan Kuat. Badannya kecil tapi orangnya kuat. Orangnya memang tidak sempurna, Bisa dibilang keterbelakangan mental. Ngomongnya tidak jelas, kadang harus dibantu isyarat anggota badan. Usianya sudah 30-an, teman-teman sebaya sudah banyak yang punya anak.  Kini terkadang anak-anak temannya yang bermain dengan Guwat yang perawakannya persis anak SMP. Tapi lama-kelamaan Guwat malas bermain dengan anak-anak tetangga karena malah suka menggodanya.

Sehari-hari Guwat memilih di rumah, membantu ibunya yang jualan nasi liwet. Guwat mbantu apa saja, belanja, cuci piring, bersih-bersih. Ayah Guwat sudah meninggalkannya ketika Guwat lahir dan pergi bersama wanita lain. Guwat yang tidak seperti orang normal dipiara oleh ibunya seorang diri.

Guwat pasrah dan nrimo saja dengan kehidupannya yang serba kekurangan, Dia tetap sholat ke masjid setiap azan, habis sholat langsung pulang. Anehnya setiap berjalan ke masjid , anjing milik Bang Pardede selalu menggonggong. Guwat cuek saja karena anjing itu dikat dip agar. Guwat kalau berjalan cukup cepat, seperti buru-buru. Ia nggak banyak mengeluh. Ia pun gak kesal meski sering diledekin karena keterbatasannya.

Satu yang menonjol dari  Guwat, ia selalu hadir jika ada orang yang meninggal. Dimana pun ada orang kesripahan (berkabung) Guwat selalu ada selama ia mendengar informasi tersebut. Biasanya sih di musola yang tidak jauh dari rumahnya jika ada berita duka diumumkan lewat corong musola. Di rumah duka Guwat membantu apa saja entah nyuci piring, ngangkat kursi, pasang tenda dan sebagainya.

Di saat seperti itu dia nggak banyak ngomong, dan hanya kerja.kerja, kerja. Guwat disuruh apapun mau membantu j. Tanpa pamrih alias tidak minta upah namun kalau dikasih uang dia terima. Uang itu pun dia simpan untuk kebutuhannya beli sabun mandi, baju dan sebagainya. Kalau makan dia masih menumpang pada Mbok nya.

Lain Guwat lain pulak dengan Hesti, Hesti juga seorang penyandang keterbatasan mental. Dia anak seorang pendeta dan suka menyanyikan lagu gereja meski kurang jelas suaranya. Tapi dia sangat pede. Dia dulu teman Guwat, karena sama-sama kurang sempurna meski beda keyakinan. Mereka simbol bhinneka tunggal ika untuk golongan khusus. Yang heran mereka berdua ternyata nyambung dan orang lain tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Tertawa dan bercanda seperti orang biasa.

Namun ternyata ada yang tidak suka keakraban mereka. Orang-orang yang pendek nalarnya dan anti perbedaan telah meracuni pikiran mereka. Guwat dan Hesti diadu domba sehingga mereka saling memusuhi bahkan sampai gelut (berantem). Akhirnya mereka sampai jothakan (membenci), Dulu dimana ada Guwat disitu ada Hesti tapi kini dimana ada Guwat , tak ada Hesti dan sebaliknya. tangan-tangan jahat dan iri telah membuat persahabatn mereka hancur.

Padahal dulu Hesti yang anak orang mampu selalu mengantar makanan ke Guwat setiap Minggu sepulang dari gereja, Dan Guwat suka membantu Hesti bersih-bersih di rumah Hesti jika ada kebaktian. Namun ada orang yang melarang dan membisikan kata Haram kepada Guwat jika dikasih makan Hesti ataupun jika membantu di rumah Hesti.

Dari situlah muncul pengkaplingan, kalau ada orang islam yang meninggal, maka itu jatahnya Guwat dan Hesti di rumah, nah jika ada orang non muslim itu haknya Hesti dan Guwat libur dulu.

Singkat cerita Guwat meninggal mendadak sehabis sholat subuh di masjid. Saat dokter memeriksa Guwat menderita penyakit yang sudah parah. Penyakit itu dia tahan karena dia tidak mau membebani orangtuanya yang tidak punya biaya. Dan ketika Guwat meninggal, Hesti datang takziah. Hesti menangis tersedu-sedu dan mendoakan Guwat sesuai imannya. Ada orang-orang yang tidak suka kehadiran Hesti, namun Ustad dan RT mempersilakan Hesti melayat.

GUWAT adalah pesan kematian. Karena setiap ada orang meninggal disitu pasti ada GUWAT. Guwat menjadi ikon atau pertanda ada orang berduka. Tapi sekarang pesan kematinan itu sudah kembali kepada Tuhan.Pesan itu sudah dicabut dan tak ada lagi pesan lain yang menggantikannya. Mungkin di hanya di musola saja, pesan kematian itu terdengar. Dimana selama ini musola digunakan hanya untuk 2 hal yakni Panggilan azan dan berita kematian.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline