Lihat ke Halaman Asli

Hasrat Manusia untuk Berkuasa

Diperbarui: 11 Januari 2023   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Koran Kompas halaman Politik seringkali meliput aktivitas kader-kader partai politik dan para politisi yang berusaha memperkenalkan calon pemimpin pemerintahan yang mereka usung supaya menjadi pemenang kontestasi. Berita tentang persaingan antarcalon yang digerakkan oleh pendukung menjadi semakin hangat pada awal 2023 ini. Tentu saja karena tahun ini merupakan kesempatan emas menaikkan popularitas calon pemimpin atau kader yang dijagokan oleh partai atau kelompok masing-masing. Dengan demikian, setiap kelompok yang bersaing berharap supaya politisi dari pihak mereka yang terpilih menjabat dan berkuasa.

Berbicara tentang kekuasaan, Friederich Nietzsche, seorang filsuf Jerman, mengulasnya dengan menarik. Ia tidak melihat aktivitas politik yang hendak memperebutkan kekuasaan sebagai kejahatan atau sisi buruk dari manusia. Sebaliknya, ia berpendapat bahwa pada dasarnya manusia didorong  oleh kehendak untuk berkuasa (the will to power). Manusia ingin berkuasa atas alam, hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan, barang-barang (harta milik) dan bahkan atas sesama manusia. Akan tetapi, ia (manusia) berusaha menyembunyikan dorongan untuk berkuasa itu, sebab nilai-nilai moral lembaga agama dan pemerintah tradisional menganggap hasrat untuk berkuasa itu tidak baik atau tidak terpuji. Namun, Nietzsche melihat kemunafikan di balik nilai-nilai moral tersebut.

Nietzsche berusaha membuka tembok kemunafikan yang tersembunyi di balik nilai-nilai moral dan mendorong orang-orang zaman sekarang untuk berani memegang kekuasaan. Sebab baginya, sudah saatnya manusia merayakan kehidupan dengan kebebasan, tanpa menekan hasrat-hasrat kodratinya. Melalui pemikiran cemerlangnya ini, Nietzsche menantang setiap orang untuk memberi ruang bagi sifat dasarnya. Akan tetapi perlu ditambahkan bahwa hasrat untuk berkuasa harus berjalan beriringan dengan suara hati dan akal sehat. Hasrat berkuasa yang disertai akal sehat dan hati nurani menjadi terkontrol menjadi produktif dan positif. Dengan demikian, pemimpin tidak hanya ingin mendapatkan kekuasaan tetapi menjalankan kekuasaan dengan baik dan benar, yaitu demi kebaikan sesama manusia, alam ciptaan dan kemuliaan Penciptanya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline