Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Nostalgia Arkeologi lewat Kliping dan Foto, Ada Guru Besar Bahkan Wakil Ketua MPR

Diperbarui: 17 Mei 2021   12:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para peserta sekolah lapangan arkeologi 1991 (Dok. Prof. Cecep)

Tadi pagi saya menemukan tulisan saya di tabloid Mutiara edisi 1991. Isinya tentang pendidikan untuk mahasiswa arkeologi dan arkeolog muda di situs Trowulan pada 1-21 Juni 1991. Berarti hampir 30 tahun yang lalu. Situs Trowulan terletak di Mojokerto (Jawa Timur), yang ditafsirkan sebagai ibu kota Kerajaan Majapahit.

Nah, kegiatan itu didukung oleh Ford Foundation. Bayangkan, lembaga mancanegara mau mendukung kegiatan di Indonesia. Berarti kepedulian mereka sudah tinggi dibandingkan lembaga sejenis di Indonesia.

Brosur IFSA 1991 (Dokpri)

IFSA merupakan sekolah lapangan di bidang arkeologi. Ketika itu baru ada empat PTN yang menyelenggarakan pendidikan arkeologi, yakni Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Udayana, dan Universitas Hasanuddin.

Ketika saya posting di FB, Prof. Cecep ikut posting foto para peserta IFSA. Kini beberapa peserta IFSA telah menjadi pejabat. R. Cecep Eka Permana (tanda x) tahun lalu dikukuhkan sebagai Guru Besar Arkeologi UI. Sejak itu beliau berhak menyandang gelar Profesor.  

Lalu Dr. Agus Widiatmoko (tanda xx) tahun lalu diangkat menjadi Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi. Ada lagi Lestari Moerdijat (tanda panah) atau biasa dipanggil Rerie, dua tahun lalu dipercaya sebagai Wakil Ketua MPR-RI.

Tulisan saya di tabloid Mutiara 1991 tentang IFSA (Dokpri)

Berhubung mereka masih dibawah saya, saya tidak begitu hafal, terutama peserta dari luar UI. Maklum wajahnya telah berubah jauh. Saya pun jarang sekali berkomunikasi dengan mereka.

Ternyata saya masih menyimpan brosur IFSA. Jadi, cukuplah bernostalgia lewat kliping, foto, dan brosur. Ini sekadar untuk menyambung tali silaturahim karena kami berjauhan. Berkat internet, maka yang jauh jadi dekat. Buat kami-kami yang sudah setengah baya, tentu sebagai obat rindu yang jauh lebih ampuh daripada obat medis.   




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline