Lihat ke Halaman Asli

Dizzman

TERVERIFIKASI

Public Policy and Infrastructure Analyst

Jabatan Fungsional (Bukan) Kolam Penampungan Mantan Pejabat

Diperbarui: 21 Oktober 2019   15:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo berpidato usai dilantik menjadi presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019). (ANTARA/ AKBAR NUGROHO GUMAY)

"Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa tidak kebanyakan? Saya minta untuk disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi."

(Jokowi dalam pidato pelantikan Presiden Periode Kedua 2019-2024)

Selama ini jabatan fungsional, selain tenaga pengajar (guru, dosen, widyaiswara) dan tenaga kesehatan (dokter, perawat), apalagi yang sudah level madya ke atas, lebih banyak berfungsi sebagai bak penampungan para mantan pejabat yang terlempar akibat tidak terpakai menteri atau gubernur atau bupati yang baru.

Jabatan fungsional juga lebih banyak menekankan pada administrasi pengumpulan angka kredit ketimbang menciptakan inovasi atau terobosan baru.

Jabatan fungsional selalu kalah pamor dari jabatan struktural yang lebih bergengsi dan dihormati masyarakat. Jabatan dirjen, direktur, kepala dinas, lebih sering didengar orang dan memiliki derajat lebih di mata masyarakat ketimbang misalnya peneliti madya atau peneliti utama, padahal pangkat dan golongannya setara. 

Tunjangannya pun bahkan bisa lebih besar dari jabatan struktural selama angka kreditnya melampaui target yang ditetapkan.

Jabatan struktural ibarat kerajaan yang mengenal kasta, mulai dari brahmana setingkat dirjen atau sekda hingga sudra sekelas staf biasa. Semakin tinggi derajat semakin tinggi pula wewenang dan perintahnya harus dituruti oleh para hulubalang yang menjadi anak buahnya. 

Itulah yang membedakannya dengan jabatan fungsional yang lebih egaliter karena prestasinya dinilai dari pekerjaan atau fungsi yang telah dikerjakan, bukan karena perintah sana sini.

Keinginan presiden tentu patut kita apresiasi mengingat terlalu banyaknya jabatan struktural membuat birokrasi menjadi lamban karena harus menunggu perintah secara berjenjang. 

Kebayang suatu disposisi dari dirjen hingga ke staf bisa satu sampai dua minggu lamanya, bahkan pernah sampai sebulan baru dikerjakan. Hal ini disebabkan oleh sibuknya para pimpinan di bawahnya sehingga tidak sempat mendisposisi perintah pimpinan dalam waktu singkat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline