Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Jabatan Fungsional (Bukan) Kolam Penampungan Mantan Pejabat

20 Oktober 2019   20:19 Diperbarui: 21 Oktober 2019   15:57 18887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo berpidato usai dilantik menjadi presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019). (ANTARA/ AKBAR NUGROHO GUMAY)

"Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa tidak kebanyakan? Saya minta untuk disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi."

(Jokowi dalam pidato pelantikan Presiden Periode Kedua 2019-2024)

Selama ini jabatan fungsional, selain tenaga pengajar (guru, dosen, widyaiswara) dan tenaga kesehatan (dokter, perawat), apalagi yang sudah level madya ke atas, lebih banyak berfungsi sebagai bak penampungan para mantan pejabat yang terlempar akibat tidak terpakai menteri atau gubernur atau bupati yang baru.

Jabatan fungsional juga lebih banyak menekankan pada administrasi pengumpulan angka kredit ketimbang menciptakan inovasi atau terobosan baru.

Jabatan fungsional selalu kalah pamor dari jabatan struktural yang lebih bergengsi dan dihormati masyarakat. Jabatan dirjen, direktur, kepala dinas, lebih sering didengar orang dan memiliki derajat lebih di mata masyarakat ketimbang misalnya peneliti madya atau peneliti utama, padahal pangkat dan golongannya setara. 

Tunjangannya pun bahkan bisa lebih besar dari jabatan struktural selama angka kreditnya melampaui target yang ditetapkan.

Jabatan struktural ibarat kerajaan yang mengenal kasta, mulai dari brahmana setingkat dirjen atau sekda hingga sudra sekelas staf biasa. Semakin tinggi derajat semakin tinggi pula wewenang dan perintahnya harus dituruti oleh para hulubalang yang menjadi anak buahnya. 

Itulah yang membedakannya dengan jabatan fungsional yang lebih egaliter karena prestasinya dinilai dari pekerjaan atau fungsi yang telah dikerjakan, bukan karena perintah sana sini.

Keinginan presiden tentu patut kita apresiasi mengingat terlalu banyaknya jabatan struktural membuat birokrasi menjadi lamban karena harus menunggu perintah secara berjenjang. 

Kebayang suatu disposisi dari dirjen hingga ke staf bisa satu sampai dua minggu lamanya, bahkan pernah sampai sebulan baru dikerjakan. Hal ini disebabkan oleh sibuknya para pimpinan di bawahnya sehingga tidak sempat mendisposisi perintah pimpinan dalam waktu singkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun