Lihat ke Halaman Asli

Dani Iskandar

Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Gagal "Move On" Itu Bahaya

Diperbarui: 14 April 2018   19:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengapa perlu ada Survei Kebahagiaan? Banyak orang yang mempertanyakan adanya survei tersebut. Bahagia itu kan relatif. Tidak bisa diukur. Namun terlepas dari relatif tidaknya kebahagiaan, bisa tidaknya diukur, ketika anda merasa bahagia, artinya anda punya semangat dalam hidup ini, positif dalam melihat dan menyikapi hidup ini. 

Anda bekerja dengan semangat, berangkat sekolah anda semangat, mengerjakan tugas kuliah anda semangat, menyelesaikan disertasi S2 anda semangat, penjualan anda turun hari ini anda tetap jualan esok hari, musim hujan pun anda tetap pergi ibadah dan sebagainya, pokoknya semua kegiatan yang anda lakukan dalam hidup ini anda bergairah, positif dan bersemangat.

Sehingga ketika suatu daerah, wilayah, propinsi bahkan negara yang punya tingkat kebahagian yang tinggi maka bisa dipastikan pembangunannya berjalan baik, toleran dan positif dalam menyikapi hambatan dan tantangan yang ada.

Gagal Move On

Seorang remaja yang patah hati biasanya berdampak pada jalannya roda kehidupannya sehari-hari. Bagaimana tidak, ketika diputusin pacar atau ditolak dambaan hatinya, dunia terasa runtuh. Males makan, mengurung diri, menyalahkan keadaan, nilai kuliah anjlok, tidak mood dan berbagai hal-hal buruk lainnya. 

Banyak hal-hal baik yang bisa mengubah keadaan sehingga seorang remaja bisa 'move on' atau bangkit dari keterpurukan, misal dengan mengalihkan perhatian dengan olahraga, futsal, dance, gym, atau bersosialisasi aktif di organisasi, pengajian, kegiatan seminar, dan sebagainya.

Namun, tak sedikit pula yang gagal move on bahkan baper, terbawa perasaan setelah patah hati. Parahnya kondisi ini bisa terbawa sampai setelah berkeluarga. Masa sih, segitunya? Iya, banyak yang seperti itu. Banyak orang-orang yang saya temui tidak bisa lepas dari mantan pacar. 

Setelah lama tak berjumpa ketika ada kesempatan, mereka selalu melakukan 'stalking' alias nguntit, memata-matai, mencari tahu segala sesuatu tentang mantannya, bukan kepo yang heboh, tetapi menguntit. Parahnya mereka bisa dengan bangga mengatakan dia mantan saya, pernah sama saya, jalan sama saya, padahal sekarang sudah pada berkeluarga hehe. Begitulah susahnya jika gagal move on.

Lebih parah lagi, kalau gagal move on ini terjadi pada pekerjaan, tempat tinggal, sekolah, keadaan yang berbeda yang harus dihadapi seseorang. Banyak dari kita yang tidak bisa menerima pekerjaan ketika pindah ke lokasi berbeda, pindah ke bidang lain. 

Begitu juga anak-anak kita sulit beradaptasi ketika masuk atau pindah ke sekolah berbeda. Apalagi misalnya seseorang yang sudah bertahun-tahun tinggal di suatu tempat yang menurutnya enak, nyaman, suasananya hangat, namun suatu ketika harus pindah ke daerah yang semrawut, tidak nyaman, tidak teratur. 

Ada juga yang kerepotan untuk memindahkan sekolah anaknya gara-gara anaknya sering dibully, diejek-ejek nama bapaknya. Banyak orang-orang yang tidak menikah gara-gara putus cinta, sampai segitunya, eh bener, justru tulisan ini dibuat karena menemukan hal-hal yang kita anggap sepele namun bersampak sangat berat bagi orang lain. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline