Lihat ke Halaman Asli

Boby Lukman Piliang

Penulis, Penyair dan Pemimpi Kawakan

Eggi Sudjana dan Pasal Makar

Diperbarui: 15 Mei 2019   08:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(KOMPAS.com/ RINDI NURIS VELAROSDELA)

Siang kemarin (14/5) sebuah pesan di group WhatsApp masuk ke HP saya yang mengabarkan bahwa aktivis Eggi Sudjana baru saja ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan akan melakukan makar terhadap pemerintah dan resmi ditahan. 

Saya tidak terlalu terkejut dengan pesan yang masuk tersebut, sebab rasa rasanya penetapan tersangka terhadap Eggi Sudjana itu memang sudah terasa sejak beberapa waktu silam saat ia dengan getol menyuarakan agar dilakukan gerakan massa (People Power) karena menilai pelaksanaan Pemilu tidak sesuai dengan aturan.

Gerakan massa dalam jumlah yang besar memang tengah disuarakan oleh beberapa tokoh aktivis termasuk Eggi Sudjana guna menolak hasil pemilu presiden yang dinilai sarat dengan berbagai dugaan kecurangan. Mereka (kelompok aktivis tersebut) bahkan beberapa menggelar aksi demo di depan Kantor KPU di Jalan Imam Bonjol serta Kantor Bawaslu di Jalan MH Thamrin Jakarta.

Saya mencoba mencari berita penangkapan Eggy ke beberapa media online. Cukup banyak berita yang ditampilkan. Salah satunya adalah wawancara Eggy dengan wartawan tak lama setelah ia ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian terkait seruan people power.

Eggi, dalam tanya jawab tersebut menolak tuduhan yang dialamatkan kepadanya dan membantah bahwa ucapan terkait hasil Pilpres identik untuk melakukan makar terhadap pemerintah. Eggi pada awalnya memang hadir dalam unjuk rasa di depan kantor Bawaslu pada pekan lalu. Ia memprotes dugaan adanya dugaan telah terjadi kecurangan masif pada penyelenggaraan Pemilu 2019.

Saya tidak hendak mencampuri proses hukum yang tengah berjalan. Sebab bukan kapasitas saya untuk berkomentar soal hukum. Saya bukan ahli hukum dan bukan pula seorang pengacara yang berkutat dengan tebalnya Kitab Hukum Undang-undang Pidana. Namun apa yang dialami Eggi menjadi catatan khusus bahwa pasal makar yang selama ini telah tenggelam dibalik kata demokrasi kembali muncul belakangan ini.

Saya ingat pada masa pemerintahan Presiden RI ke Enam Susilo Bambang Yudhoyono, entah tak terhitung kalinya dilaksanakan aksi demo menentang SBY dan bahkan menuntut agar Presiden yang mantan Jenderal Angkatan Darat itu diturunkan.

Namun tidak sekalipun ada reaksi penolakan (maaf) berlebihan dari aparat hukum terhadap pelaku aksi demo apalagi sampai kemudian mentersangkakan pelakunya dengan menggunakan pasal makar. 

Saya mungkin senada dengan Eggi, bahwa penetapan ia sebagai tersangka adalah sebuah kesalahan yang timbul akibat kerancuan konstruksi hukum. Namun lebih dari itu, saya melihat tindakan mentersangkakan dia karena aksinya adalah sebuah sikap lebay dan berlebihan.

Demokrasi tumbuh dari kritik dan aksi kelompok oposisi. Dalam sebuah perjalanan demokrasi jelas dibutuhkan kritik dan "goyangan" dari kelompok oposisi kepada kelompok penguasa. Sebab, seperti yang dikatakan Rocky Gerung, oposisi tugasnya mengkritik pemerintah dan pemerintah tugasnya melawan oposisi dengan bekerja sebaik mungkin agar kelompok oposisi bungkam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline