Lihat ke Halaman Asli

Dimas Jayadinekat

Author, BNSP Certified Screenwriter, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Sang Lelaki yang Lelah Berbuat Baik

Diperbarui: 13 Desember 2024   16:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Erik Mclean from Pexels: https://www.pexels.com/photo/anonymous-man-walking-down-steps-in-yard-5662815/

"Anjungan!" maki Mad Katro memplesetkan kata makian yang diambilnya dari binatang berkaki empat itu.

Sebagai seorang seniman, Mad katro memang selalu punya cara memperindah kata dengan menggunakan aneka sinomim ataupun antonim di dalam mengungkapkan kekesalannya. Sejak kecil, meski terlahir dari keluarga seniman pula, ia diajarkan untuk selalu bersikap santun. Bahkan untuk mengatakan kentut saja, ia bisa dihukum seharian di kamar mandi oleh ayahnya.

Berangkat dari peristiwa di masa kecilnya itulah, ia sangat menjaga perkataannya, sekesal apapun dirinya, seingin apapun ia memaki atau mencela orang yang disebalinya. Agak aneh memang, tapi jadi sangat menarik dan merupakan tantangan tersendiri baginya.

"Berbuat baiklah dengan dimulai dari berkata-kata yang baik. Kalau kamu selalu berbuat baik, maka hidupmu akan baik-baik saja dan kamu akan dikelilingi oleh orang-orang baik juga." nasihat sang ayah pada suatu ketika.

Nasihat itu sudah menjadi dogma baginya dan membuatnya menjadi selalu terobsesi untuk senantiasa berbuat baik. Dan memang, awalnya, kebaikan selalu datang kepadanya, lebih tepatnya ketika ia masih remaja hingga sebelum menikah.

Ketika itu ia sangat setuju bahwa segala perbuatan baik yang dilakukan pasti akan berbuah kebaikan, bahkan ia sempat ingin menjadi motivator karena memandang di dunia ini sudah semakin sedikit orang yang gemar berbuat baik.

Bahkan ia sempat membuat sebuah organisasi yang sengaja dibentuk untuk menggalang kebaikan dan saling membagikan kebaikan kepada sesama manusia.

Berhasil? Sebentar...

Ya, hanya sebentar dan Mad Katro sudah sempat berbangga hati karena organisasinya itu mendadak populer, sayangnya ketika itu belum ada media sosial. Jadi, kepopulerannya di dapat dari wartawan media cetak yang mendadak mendatanginya, kemudian silih berganti kawan-kawan mereka dari media lain pun berdatangan.

Tak sampai di situ, ia sampai sempat lelah untuk mengatur jadwal kuliah yang akhirnya berantakan karena popularitasnya kian meroket setelah ia tampil bersama tim bentukannya di televisi.

Mulai dari sana, kemudian bermunculan intrik-intrik di kalangan anggota organisasinya, bahkan menyasar memasuki "ring 1" organisasinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline