Lihat ke Halaman Asli

Keterkaitan Marcella Santoso Dibalik Pengangkapan Bos Buzzer MAM

Diperbarui: 9 Mei 2025   21:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keterkaitan Marcella Santoso Dibalik Pengangkapan Bos Buzzer MAM

Penangkapan bos buzzer M Adhiya Muzakki (MAM) oleh Kejaksaan Agung menyingkap skema sistematis yang melibatkan kekuatan digital untuk mengganggu proses penegakan hukum. Fakta bahwa Adhiya dibayar hingga Rp864 juta oleh advokat Marcella Santoso (MS) menunjukkan bagaimana kekuatan uang digunakan untuk membangun narasi palsu di ruang publik. Ini bukan sekadar persoalan kebebasan berpendapat, melainkan sabotase terhadap integritas lembaga hukum negara yang sedang bekerja menangani kasus-kasus besar seperti korupsi minyak goreng, timah, dan impor gula. Tindakan ini jelas merupakan bentuk obstruction of justice yang berbahaya bagi demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia.

Lebih memprihatinkan lagi, Adhiya tidak bekerja sendiri, melainkan memimpin tim besar yang disebut "Cyber Army" dengan anggota sekitar 150 orang. Mereka bukan sekadar pengguna media sosial biasa, tetapi operator narasi yang dikomandoi untuk menyebar hoaks, ujaran kebencian, dan fitnah yang terstruktur demi menggiring opini publik agar mencurigai dan melemahkan Kejaksaan Agung. Tiap anggota dibayar Rp1,5 juta untuk memainkan perannya sebagai "tentara siber". Ini menjadi bukti bahwa buzzer tidak lagi menjadi sekadar elemen liar dalam dunia digital, tetapi telah menjelma sebagai alat sistematis untuk melindungi kepentingan para pelaku kejahatan kerah putih.

Hubungan antara Adhiya Muzakki dan Marcella Santoso memperlihatkan adanya kolaborasi antara oknum advokat dengan jaringan digital gelap. Marcella bukan sosok sembarangan, ia sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dalam perkara ekspor minyak sawit mentah. Ia diduga menyuap Ketua PN Jakarta Selatan sebesar Rp60 miliar. Maka, dugaan bahwa upaya menjatuhkan kredibilitas Kejagung lewat media sosial adalah bagian dari strategi besar untuk menyelamatkan diri dari jerat hukum sangat masuk akal. Upaya ini tidak hanya mencoreng profesi advokat, tetapi juga melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.

Kasus ini menjadi peringatan serius bahwa penyebaran narasi digital tidak bisa dipandang remeh. Ketika buzzer dipersenjatai dengan dana besar dan diarahkan oleh oknum-oknum yang berkepentingan, maka demokrasi bisa dibajak dengan mudah. Kita perlu mendorong penegakan hukum yang tidak hanya fokus pada pelaku suap dan penerima suap, tetapi juga pada aktor-aktor di balik layar yang menciptakan kekacauan informasi. Hukum harus menjangkau para perancang strategi disinformasi karena merekalah yang merusak sistem dari dalam dengan cara yang tampak halus namun mematikan.

Masyarakat perlu semakin cerdas dan kritis dalam menyikapi informasi yang berseliweran di media sosial. Di era digital, kebenaran bisa dikalahkan oleh persepsi jika tidak ada literasi yang kuat. Penangkapan Adhiya Muzakki harus menjadi momentum untuk membongkar seluruh jejaring siber yang digunakan untuk menyabotase proses hukum. Negara tidak boleh kalah oleh kekuatan buzzer bayaran, apalagi yang bekerja untuk membungkam keadilan. Ini saatnya semua elemen masyarakat bersatu mendukung Kejagung dalam membersihkan institusi hukum dari intervensi uang dan manipulasi digital.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline