Lihat ke Halaman Asli

Mencari Jejak Parit Pakuan Pajajaran di Kota Bogor

Diperbarui: 19 Juni 2017   04:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stasiun Batutulis konon didirikan tepat pada sudut parit Pakuan

Jejak Kerajaan Pakuan Pajajaran masih terus menggelitik rasa penasaran kami. Kali ini tentang Parit Pakuan. Keberadaannya disinggung di dalam prasasti Batutulis.  Tentunya keberadaan parit ini sangat penting sebagai benteng pertahanan kota kerajaan pada saat itu.

Namun, harus mulai darimana?

Di bawah Jembatan Bondongan Jalan Pahlawan Bogor. Apakah ini dulu lokasi gerbang Pakuan?

Pemandangan dari atas jembatan Bondongan, Jalan Pahlawan. Apakah van Riebeeck datang dari arah ini?

Hasil penelitian dan literatur yang cukup berharga sepertinya tersimpan di perpustakaan. Sayangnya kami tak cukup waktu untuk pergi ke perpustakaan dan mencarinya. Karena itu, buku “Mencari Gerbang Pakuan” karya Saleh Danasasmita adalah panduan yang sangat berharga ketika kami memutuskan untuk mencoba menelusuri  jejak keberadaan Gerbang Pakuan dan Parit Pakuandi Kota Bogor.

Perjalanan di hari Minggu (21/5/17)  bukan hanya membuka wawasan kami lebih lebar tentang sejarah Kerajaan Pakuan Pajajaran, tetapi juga tentang kondisi kota Bogor ketika menelusurinya.

Mesjid tua di Lolongok yang ramai dikunjungi peziarah dari luar kota

Sungai Cisadane dari Bendungan Cisadane di dekat Empang

Rute Kami

Rute perjalanan kami hari itu adalah Lolongok – Empang – Layungsari – Bondongan lalu  ke daerah Batutulis hingga ke jembatan Cisadane arah ke Cihideung. Di Batutulis, kami sempat menyusur lembah Cipaku hingga ke Jalan Sekip Lawanggintung, lalu Gang Amil hingga Makam Mbah Dalem melewati Situs Purwakalih. Kami juga menyeberangi Sungai Cisadane di Bendung Empang untuk mendapatkan gambaran (jika ada) parit di Lolongok dan Empang dari sisi seberang.

Dari penjelasan di buku Danasasmita, sepertinya rute ini yang cukup dapat mewakili pencarian jejak keberadaan parit Pakuan Pajajaran. Kami ingin merasakan jejak Abraham van Riebeeck yang menyusuri jalur ini pada awal 1700-an. Ia dan rombongan datang dari arah Empang. Karena itulah catatannya menyebutkan tentang “jalur mendaki” di rute ini. Hal ini berbeda dengan  Winkler (1690) yang datang arah Tajur.

Total perjalanan sekitar 12 kilometer hasil berjalan kaki hari itu.

Rel kereta api di belakang Istana Batutulis. Apakah ini termasuk bagian dari Parit Pakuan?

Tentang Parit Pakuan Pajajaran

Dalam Prasasti Batutulis, Prabu Surawisesa (1533) mengabadikan beberapa kebesaran ayahnya, Prabu Siliwangi ketika memimpin Kerajaan Pakuan Pajajaran selama hampir 4 dekade (1482 – 1521).

Prasasti Batutulis menyebutkan jasa-jasa Prabu Siliwangi lainnya. Selain menggali lombang (pertahanan) di Pakuan, Prabu Siliwangi/Sri  Baduga Maharaja/ Ratu Jayadewata juga membuat tanda peringatan (keagaaman) berbentuk gugunungan serta jalannya memakai batu (ngabalay), menetapkan hutan larangan (samida), serta membuat telaga suci yang bernama Rena Mahawijaya (Suryani, 2009, Danasasmita, 2003, hal 77, Danasasmita, 2014, hal 41)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline